Bolehkah Seorang Muslim Tinggal Di Negeri Kafir?

Bolehkah Seorang Muslim Tinggal Di Negeri Kafir?


Fatwapedia.com – Berikut ini adalah fatwa lembaga Fatwa Yordania tentang Hukum Tinggal Di Negeri Non-muslim.

السؤال : ما حكم هجرة المسلم من بلاد الإسلام أو التي فيها أكثرية مسلمة إلى بلاد الكفر؛ لطلب العلم أو العمل أو الإقامة؟

Tanya: Apa hukum seorang muslim yang hijrah (pindah) dari negeri Islam atau negeri mayoritas muslim ke negeri kafir, untuk menuntut ilmu atau bekerja atau menetap di sana?

الجواب : رأس مال المسلم دينه، وأهم شيء في حياته سلامة دينه؛ لأن الله تعالى يقول: (وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ) آل عمران/85، وحيثما تعرَّض دينه للخطر يجب أن يدافع عن دينه بالجهاد، فإن لم يستطع فليفرَّ بدينه مهاجراً إلى حيث يأمن على دينه؛ ولهذا كانت الهجرة من مكّة واجبة قبل الفتح، فلما صارت مكة بالفتح دار الإسلام قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ) متفق عليه

Jawab: Modal utama seorang muslim adalah agamanya, dan hal yang terpenting dalam kehidupan seorang muslim adalah keselamatan agamanya. Allah ta’ala berfirman:
 
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya: “Barangsiapa mencari diin selain Islam, maka tidak akan diterima (diin tersebut) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 85)

Ketika agamanya mendapatkan bahaya, maka wajib baginya membela agamanya dengan jihad. Jika ia tak mampu, maka ia wajib lari menyelamatkan agamanya dan hijrah ke tempat di mana agamanya bisa selamat. Karena itu, hijrah dari Makkah itu wajib sebelum masa pembebasan Makkah. Ketika Makkah telah dibebaskan dan menjadi Darul Islam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ (Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah), muttafaqun ‘alaih.

، أما بقية البلاد التي لم يفتحها المسلمون، فإن كان المسلم فيها قادراً على الهجرة ولا يمكنه إظهار دينه وأداء واجباته الدينية في ذلك البلد الكافر، وجب عليه أن يهاجر بدينه، وإن كان قادراً على الهجرة ويمكنه إظهار دينه وأداء واجباته الدينيّة نُدبت له الهجرة ليرتاح من رؤية المنكرات في بلاد الكفار، وكي لا يسري إليه أو إلى ذريته شيء من أخلاقهم وعاداتهم، وإن كان عاجزاً عن الهجرة جازت له الإقامة في بلاد الكفار، ولو كَلّف نفسه الخروج إلى بلاد المسلمين كان ذلك أسلم لدينه.

Sedangkan negeri-negeri lain yang belum dibebaskan oleh kaum muslimin, jika muslim yang ada di sana mampu berhijrah, dan ia di sana tak bisa menampakkan agamanya dan melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya, wajib baginya berhijrah demi agamanya. Jika ia mampu berhijrah, namun di negeri kafir tersebut ia bisa menampakkan agamanya dan melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya, mandub (sunnah) baginya hijrah, agar ia terhindar dari melihat berbagai kemungkaran yang ada di negeri kafir tersebut, dan agar ia serta keturunannya tidak mengikuti akhlak dan kebiasaan buruk orang-orang kafir tersebut.

Jika ia tidak mampu hijrah, boleh baginya tinggal di negeri kafir tersebut. Dan seandainya ia berusaha keras agar dirinya bisa keluar dari sana dan pindah ke negeri muslim, itu lebih selamat bagi agamanya.

أما الهجرة إلى بلاد الكفار لحاجة مؤقتة مع غلبة الظن بسلامة الدين فلا بأس فيها، وإن خاف على دينه لم يجز له ذلك.
وإن كانت الهجرة للإقامة لم تجز إن خاف على دينه، وكذا إن لم يخف ما لم يكن في ذلك مصلحة للمسلمين، كدعوة الكفار إلى الإسلام، وعلى أي حال فالمدار على سلامة الدين، والاحتياط أولى، ولا بد من ملاحظة أمر دين الأولاد والبنات والزوجة والذرية.

Adapun jika ia hijrah ke negeri-negeri kafir untuk keperluan tertentu sementara waktu, dan ia cukup yakin (ghalabatuzh zhann/dugaan kuat) keselamatan agamanya, maka itu tidak apa-apa. Namun jika ia khawatir akan keselamatan agamanya, ia tidak boleh hijrah ke negeri kafir tersebut.

Jika ia hijrah ke negeri kafir untuk menetap di sana, hukumnya tidak boleh, jika ia khawatir akan keselamatan agamanya. Demikian pula, tidak boleh juga menetap di sana, meskipun ia tak khawatir akan keselamatan agamanya, jika tak terdapat kemaslahatan untuk kaum muslimin dengan tinggalnya ia di sana, semisal mendakwahi orang-orang kafir untuk masuk Islam.

Dan hal yang terpenting dalam pembahasan ini adalah keselamatan agama. Dan bersikap hati-hati itu jauh lebih utama. Ia pun harus memperhatikan keselamatan agama istri, anak-anak, dan seluruh keturunannya.

Sumber: Fatwa Syaikh Nuh ‘Ali Salman (Fatawa Al-Hayah Al-‘Ammah / Fatwa No. 44)

Diterjemahkan dari: https://www.aliftaa.jo/Question3.aspx?QuestionId=2570#.WadyvjURXMw

Penerjemah: Muhammad Abduh Negara

Leave a Comment