Mengoreksi status Kyai Abdul Wahab Ahmad hafidzohullah
Oleh: Aboud Basyarahil –ghofarollah lahu-
Ana awali dengan ucapan beliau dan ana komentari dengan ucapan “qultu”
Tentang : Membincang Hukum Mengupload Foto Di Medsos
Boleh tidak mengupload foto di medsos, terutama bagi muslimah? Pertanyaan ini mungkin tidak penting bagi sebagian orang yang cuek soal fikih, tapi sangat penting bagi sebagian lainnya yang ingin beragama dengan baik. Meskipun ini topik yang sangat basi, saya tertarik menulisnya kembali berhubung hal yang sama selalu ditanyakan dari waktu ke waktu. Silakan siapkan camilan yang banyak sebagai teman membaca ulasan yang tetap panjang lebar ini, meskipun sudah berusaha saya singkat setiap poinnya.
Dalam berbagai artikel di internet maupun dalam kolom komentar media sosial, mudah kita temukan orang-orang yang mengharamkan upload foto di medsos secara mutlak, terutama bagi muslimah. Demikian juga di beberapa majelis pengajian, kadang ada pemateri yang mengharamkan seorang wanita mengupload foto dirinya di media sosial tanpa memilah kasus per kasus. Bahkan, saya beberapa kali mendengar ucapan bahwa seorang wanita yang mengupload foto di media sosial sama dengan menjajakan dirinya sendiri pada jutaan lelaki dan dosanya terus mengalir setiap detiknya selama foto itu masih ada. Tepatkah ucapan-ucapan seperti itu? Untuk menjawabnya, mari kita kaji satu persatu alasan mereka yang mengharamkan yang saya rangkum dalam poin-poin berikut:
1. Wanita Adalah Fitnah (cobaan) Bagi Lelaki
Dengan alasan bahwa wanita adalah fitnah alias ujian keimanan bagi laki-laki, maka beberapa da’i laki-laki menjatuhkan vonis haram mengupload foto bagi wanita. Ada beberapa ayat dan hadis yang mudah dicari sebagai dasar pernyataan “fitnah bagi lelaki” ini. Tetapi alasan ini tidak cukup sebagai alasan mengharamkan upload foto karena ayat atau hadis tersebut apabila dibaca secara utuh maka juga menyimpulkan bahwa laki-laki juga menjadi fitnah bagi perempuan. Lalu kenapa hanya wanita yang menjadi sasaran? Seharusnya lelaki juga dilarang mengupload dan dilarang fotonya diupload. Dengan demikian seharusnya muncul juga fatwa haram berfoto secara mutlak sebab setiap foto berpotensi untuk dilihat oleh orang lain, baik itu laki-laki atau perempuan. Apalagi tokoh publik, maka fotonya pasti tersebar di berbagai media. Namun, mengharamkan hal ini adalah hal yang tidak mungkin dilakukan. Dengan demikian terlihat betul bahwa kesimpulan haram tersebut dibuat dengan gegabah.
Qultu (aboud) : dalam ayat Al-Quran Allah tegaskan perintah untuk menutup wajah dan merendahkan suara kecuali perintah tersebut Allah tujukan pada wanita2 yang paling mulia diatas muka bumi, wanita2 yang menjadi istri nabi
وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَاعࣰا فَسۡألُوهُنَّ مِن وَرَاۤءِ حِجَابࣲۚ ذَ ٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.
Seandainya ini perintah pada wanita yang paling mulia yang seakan tidak mungkin melakukan dosa, dengan sebab keimanan istri-istri nabi yang mulia ini, maka bagaimana dengan wanita yang hidup di zaman ini?
Mafhumnya tentu harusnya lebih ketat lagi dalam menjaga aurat.
2. Wanita adalah aurat
Dalam suatu hadis riwayat Imam Tirmidzi memang disebutkan bahwa wanita adalah aurat, jika mereka keluar maka setan memperindahnya. Namun hadis ini tidak terkait dengan masalah foto di medsos. Maksud hadis tersebut adalah seorang wanita hendaknya tidak keluar rumah kecuali bila ada kebutuhan karena setiap kali wanita keluar rumah, maka setan-setan akan menampakkan mereka sebagai makhluk yang menggoda bagi lelaki yang melihatnya. Perlu diingat, hadis ini muncul dalam latar belakang dunia 14 abad lalu yang tidak ramah bagi wanita untuk berada di luar rumah dan bagaimana para wanita saat itu selalu menjadi objek, tak pernah menjadi subjek kecuali dalam kasus yang jarang.
Kata aurat dalam hadis tersebut juga tidak bisa diartikan sebagai sesuatu yang wajib ditutupi setiap waktu. Andai diartikan demikian, tentu wanita dilarang mutlak keluar rumah kecuali darurat (terancam nyawanya), sebagaimana aurat tidak boleh diperlihatkan sama sekali secara mutlak kecuali darurat. Tidak boleh berbelanja, mengantarkan anak ke sekolah dan segala aktivitas apa pun di luar rumah sebab mereka sendiri dianggap aurat.
Tak peduli setebal apa pun Burqanya, tetap dilarang bila pemahamannya seperti itu sebab bukan bajunya yang menjadi masalah tetapi mereka sendiri sebagai makhluk bernama wanita yang setiap keluar dianggap dibuntututi setan. Siapa di zaman ini yang mampu berfatwa seperti itu? Apabila mereka masih diperbolehkan keluar rumah untuk kebutuhan non-darurat, artinya mereka masih boleh terlihat. Apabila boleh terlihat di dunia nyata, maka pasti boleh juga terlihat di dunia maya. Tentunya ada batasan-batasan apa yang boleh terlihat dan tidak boleh terlihat dari seorang wanita, baik di dunia nyata atau pun di dunia maya. Batas-batasan inilah yang sebenarnya ditekankan dalam hadis itu agar tidak dilanggar. Jadi, hadis tersebut tidak bisa serta merta dapat dijadikan alasan mengharamkan upload foto.
Qultu : hadits lain yang semisal adalah
المرأة تقبل في صورة شيطان، وتدبر في صورة شيطان، فإذا رأى أحدكم امرأة فأعجبته فليأت أهله، فإن ذلك يرد ما في نفسه .
Wanita ini kalau tampak dari depan seakan setan ,dan ketika tampak dari belakang maka seakan setan, kalau kau melihat seorang wanita yang membuatmu takjub maka datangilah istrimu, karena yang demikian akan menjaga dirimu
Illat hadits ini adalah gidaan wanita sampai kapan pun sama seperti godaan setan, sebagaimana ucapan nawawi dalam syarh muslim ketika mensyarah hadits ini beliau berkata:
الإشارة إلى الهوى والدعاء إلى الفتنة بها لما جعله الله تعالى في نفوس الرجال من الميل إلى النساء، والالتذاذ بنظرهن، وما يتعلق بهن، فهي شبيهة بالشيطان في دعائه إلى الشر بوسوسته، وتزيينه له، ويستنبط من هذا أنه ينبغي لها أن لا تخرج بين الرجال إلا لضرورة، وأنه ينبغي للرجل الغض عن ثيابها، والإعراض عنها مطلقا.
Isyarat hadits ini adalah sebab wanita bjsa menjerumkan laki2 pada hawa nafsu dan fitnah dan membuat laki2 condong padanya, dan hal2 yang berkaitan dengan wanita tersebut, seakan wanita ini menyerupai setan yang mengajak pada keburukan. Dan selayaknya wanita tidaklah keluar diantara laki2 kecuali karena darurat dan selayaknya laki2 menjaga pandangannya dari hal2 tersebut
Adapun kata aurat jelas maknanya adalah sesuatu yang harus ditutupi setiap saat
العورة dari kata عار
yaitu yang tercela atau yang harus ditutupi, dalam mu’jam ash-shihhah disebutkan
والعورة كل خلل يتخوف منه،
Segala sesuatu kekurangan yang harus ditutupi
العورة كل ما يستحى من إظهاره، وأصلها من العار، وهو المذمة
Aurat adalah segala sesuatu yang malu untuk ditampakkan, asalnya dari a’ar yaitu celaan.
Dan wanita memang selayaknya ditrmpatkan di rumah, kecuali ada kebutuhan baru ia keluar.
(وَقَرۡنَ فِی بُیُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَاهِلِیَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ وَأَقِمۡنَ ٱلصَّلَوٰةَ )
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyah dahulu,dan laksanakanlah salat,
Ibn katsir mengimentari ayat ini dengan berkata:
الْزَمْنَ بُيُوتَكُنَّ فَلَا تَخْرُجْنَ لِغَيْرِ حَاجَةٍ.
Tinggallah (para wanita) dirumahnya janganlah keluar tanpa ada keperluan.
Adapun ketika antum memisalkan bolehnya terlihat didunia nyata sama dengan bolehnya terlihat di dunia maya maka ini kurang tepat, sebab kalau terlihat di dunia nyata maka hanya sekilas tidak berkali2
Ana rasa gak ada laki-laki yang ketika melihat wanita tertutup akan memandang dengan terus menerus, bahkan ini dilarang dalam syariat.
Maka dengan qiyas aulawi menunjukkan kalau melihat wanita di medsos lebih terlarang, karena melihat di medsos bisa kapanpun, bahkan kalau disimpan di galeri maka menjadi konsumsi pribadi.
Logika menyamakan keluar rumah wanita dengan ngupload foto di medsos merupakan logika yang tidak tepat.
3. Bertentangan dengan ayat hijab
Dalam al-Qur’an memang disebutkan ayat hijab, yakni ayat al-Ahzab:53. Ayat tersebut memerintahkan para isteri Nabi agar berbicara dengan orang lain di balik tabir, dengan demikian keduanya tidak dapat saling melihat. Namun perlu dicatat bahwa menurut banyak ulama ayat ini adalah sebuah kekhususan bagi para ummul mukminin sebagaimana bunyi literalnya. Dengan kata lain, kewajiban tersebut tidak bisa diberlakukan pada semua muslimah. Sebagaimana diketahui, para ummul mukminin tidak sama dengan para wanita lainnya, mereka sangat spesial sehingga berlaku aturan yang lebih ketat yang cocok dengan kemuliaan mereka. Bahkan wajah dan telapak tangan mereka pun tidak boleh dilihat para sahabat lelaki yang butuh berkonsultasi. Adapun pemberlakukuan ayat tersebut untuk kaum muslimah lainnya di beberapa daerah, maka seperti diterangkan oleh Syaikh Ibnu Asyur adalah karena sekedar ingin mengikuti tradisi ummul mukminin, bukan karena diwajibkan oleh syariat. Dengan kata lain, yang demikian ini adalah tradisi semata yang ketika dilanggar bukan berarti melanggar syariat.
Beberapa tokoh mencoba menentang kesimpulan bahwa ayat hijab tersebut khusus bagi ummul mukminin namun kritik mereka mudah dibantah. Sayangnya tulisan ini tidak dibuat untuk membahas topik ini secara mendetail. Yang jelas ayat hijab tidak serta merta dapat dijadikan alasan mengharamkan upload foto sebab berbeda bahasan.
Qultu : imam Quthubi rohimahullah dalam mensfsirkan ayat hijab maka beliau berkata
التَّاسِعَةُ- فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَذِنَ فِي مَسْأَلَتِهِنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ، فِي حَاجَةٍ تَعْرِضُ، أَوْ مَسْأَلَةٍ يُسْتَفْتَيْنَ فِيهَا، وَيَدْخُلُ فِي ذَلِكَ جَمِيعُ النِّسَاءِ بِالْمَعْنَى، وَبِمَا تَضَمَّنَتْهُ أُصُولُ الشَّرِيعَةِ مِنْ أَنَّ الْمَرْأَةَ كُلُّهَا عَوْرَةٌ، بَدَنُهَا وَصَوْتُهَا، كَمَا تَقَدَّمَ، فَلَا يَجُوزُ كَشْفُ ذَلِكَ إِلَّا لِحَاجَةٍ كَالشَّهَادَةِ عَلَيْهَا، أَوْ دَاءٍ يَكُونُ بِبَدَنِهَا، أَوْ سُؤَالِهَا عَمَّا يَعْرِضُ وَتَعَيَّنَ عندها.
Yang kesembilan bahwa ayat ini merupakan dalil bahwa Allah memperbolehkan untuk bertanya pada istri2 nabi dibelakang hijab kalau ada keperluan, atau ketika meminta fatwa pada istri2 nabi.
Masuk pula dalam hal ini seluruh wanita dengan makna yang serupa, karena pokok syariat begitu menjaga aurat wanita, karena wanita semuanya aurat (harus ditutupi), badannya, suaranya (ada khilaf dalam masalah suara wanita dalam pandangan fuqoha-tambahan aboud), maka tidak diperbolehkan seorang wanita menampakkan hal tersebut kecuali ada kebutuhan semisal persaksian, atau pengobatan penyakit dll.
Jadi mungkin kaedah yang lebih pas
أن اعتبار عموم اللفظ دون خصوص السبب
Ibroh itu dengan keumuman lafadz bukan bukan khusus sebab istri nabi saja, tapi umum untuk setiap wanita muslimah
4. Bertentangan dengan ayat jilbab
Di tempat lain dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa wanita harus menutup tubuhnya dengan jilbab sehingga aurat mereka tidak terlihat (al-Ahzab:59). Beberapa orang menjadikan ayat ini sebagai larangan mengupload foto dengan alasan bahwa syariat menutup tubuh adalah larangan untuk menampakkan bagian tubuh sedangkan upload foto justru menampakkannya. Sudah jelas sekali kelemahan alasan ini karena upload foto dan menampakkan aurat adalah dua hal yang berbeda jauh. Menampakkan aurat adalah tindakan haram, dan ini tidak perlu dibahas lagi. Keharamannya berlaku di dunia nyata maupun di dunia maya. Adapun sekedar upload foto yang tidak menampakkan aurat, maka tidak relevan dilarang dengan menggunakan ayat tersebut.
Qultu: oke lah seandainya sidi berpendapat demikian, tapi apakah syarat foto yang diupload tidak sidi jelaskan?
Misalnya foto tersebut menutup aurat wanita?
Lalu apakah wajah masuk aurat atau tidak? Bukankah mu’tamad madzhab syafii mengatakan wajah adalah aurat? Lalu apa yang menjadikan sidi memperbolehkan mengekspos wajah wanita yang merupakan aurat ini di medsos?
Dan sebagaimana telah dijelaskan pada ucapan sebelumnya bahwa meremehkan upload foto wanita dan mengatakan tidak masalah karena foto di medsos beda dengam foto di dunia maya, maka hal ini kurang tepat karena foto di medsos bisa diakses oleh siapa saja dan kapan saja, adapun melihat wanita di jalan kemungkinan hanya sekali atau dua kali saja gak mungkin melototin wanita itu setiap waktu.
Syeikh Al-ahdal dalam al-faraidul bahiyahnya berkata:
و الحل و الحرام حيث اجتمعا…. فغلب الحرام مهما وقعا
Kalau perkara halal dan haram tercampur disuatu permasalahan… maka yang dikedepankan adalah yang haram kapan hal itu terjadi.
Ulama berselisih tentang wajah apakah aurat atau tidak, bisa dikatakan jumhur ulama berpendapat demikian dgn illah wajah tempat kecantikan.
Dan sebagaimana dibawakan syeikh baijuri ketika menjelaskan tentang pembahasan satr (penutup tubuh), maka beliau membawakan kaedah.
مراعاة المتفق عليه أولى من مراعاة المختلف فيه
Menjaga perkara yang disepakati lebih didahulukan dibandingkan dengan menjaga perkara yang diperselisihkan.
Dan syeikh ahdal pun menyebutkan termasuk perkara mustahab adalah keluar dari khilaf ulama.
و مستحب بالخروج يا فتى…. من الخلاف حسبما قد ثبتا
Seorang yang faqih tentu tidak akan bermudah2an dalam perkara ini, ia selayaknya membawakan fatwa dengan kehati-hatian.
5. Semakin wanita tersembunyi, maka semakin baik.
Ada hadis yang berisi ungkapan bahwa wanita yang terbaik adalah yang tidak menampakkan dirinya pada lelaki dan lelaki tidak bisa melihatnya (HR. Ibnu Abid Dunya). Maksud hadis semacam ini sebenarnya sama seperti poin-poin sebelumnya di mana seorang wanita hendaknya tidak bercampur baur dengan lawan jenisnya. Ranah publik di masa lalu adalah daerah khusus bagi kaum lelaki yang diwajibkan menanggung nafkah dan mengurusi berbagai hal. Karena itu di masa lalu keberadaan wanita di ranah publik saat itu dipandang sebagai suatu anomali yang sewajarnya dihindari. Anggapan adanya anomali semacam ini sudah tidak berlaku saat ini di mana ranah publik tidak lagi didominasi kaum lelaki saja. Apabila ada yang hendak memaksakan diri bersikap seperti belasan abad yang lalu, maka silakan saja tetapi dia tidak punya alasan untuk mengharamkan orang lain yang tidak melakukan hal serupa.
Perlu dicatat juga bahwa redaksi seperti : “Semakin baik”, “Yang paling baik”, “Yang ideal”, “Sebaiknya”, “Seyogyanya” dan semacamnya hanya relevan diucapkan dalam konteks sunnah dan makruh, bukan dalam konteks halal dan haram. Karena itu, bila ada redaksi semacam ini dalam bahasan halal-haram, artinya pengucapnya sebenarnya tidak yakin bahwa hal tersebut haram.
Qultu: illah wanita dilarang menampakkan diri karena wanita bisa menjadi fitnah dan kerusakan bagi laki-laki.
‘Urf gak bisa merubah hal ini, bukan karena urf masyarakat kita sudah biasa campur baur kemudian dikatakan tidak masalah, karena illah itu masih ada sampai kapanpun juga.
Tidakkah sidi memperhatikan, negeri2 yang wanita bebas berkeliaran justru banyak kerusakan yang dihasilkan?
Inti dari semua ini adalah Syariat melarang entah dengan illah apapun yang kita pahami, larangan tetaplah larangan dan urf tidak bisa menjadikan yang terlarang menjadi mubah.
Karena ketika ulama-ulama membawakan kaidah fiqh العادة محكمة
Maka mereka memberikan syarat2 semisal tidak menyelisihi syariat, sebagaimana kalau kebiasan masyarakatnya muamalah dngn riba maka gak menjadikan riba itu halal, tetap saja haram.
Maka illah yang ditetapkan syariat telah jelas sebagaimana di point no 2.
6. Wanita yang baik adalah pemalu
Ada banyak dalil yang menganjurkan sifat malu. Malu merupakan salah satu tanda bahwa ada iman dalam hati. Orang beriman pasti malu melakukan hal buruk. Itu semua benar, tapi apa lantas upload foto menjadi haram karena pelakunya tidak malu melakukannya? Tentu tidak. Dalil malu tidak bisa dipakai dalam pembahasan halal-haram, tetapi dalam pembahasan sunnah-makruh. Bila mau mengharamkan sesuatu, maka jangan memakai dalil semacam ini sebab dalil semacam ini hanya berfungsi sebagai penyempurna akhlak. Namun apakah upload foto merupakan tindakan tercela sehingga perlu malu apabila dilakukan? Ini justru bahasan yang perlu dibedah dan bahasan ini tidak mungkin terjawab dengan dalil-dalil yang berbicara tentang sifat malu. Kalau ternyata tidak haram dan memang tidak ada dalil yang menyatakan haram, maka tentu tidak diwajibkan merasa malu sebab tidak ada yang dilanggar.
Qultu : berbicara sifat malu maka kita selayaknya melihat sifat malu yang Allah jelaskan dalam Al-Quran.
(فَجَاۤءَتۡهُ إِحۡدَاهُمَا تَمۡشِی عَلَى ٱسۡتِحۡیَاۤءࣲ قَالَتۡ إِنَّ أَبِی یَدۡعُوكَ لِیَجۡزِیَكَ أَجۡرَ مَا سَقَیۡتَ لَنَاۚ فَلَمَّا جَاۤءَهُۥ وَقَصَّ عَلَیۡهِ ٱلۡقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفۡۖ نَجَوۡتَ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّالِمِینَ)
Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” Ketika (Musa) mendatangi ayahnya dan dia menceritakan kepadanya kisah (mengenai dirinya), dia berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.” [Surat Al-Qashash 25]
Imam Thobari rohimahullah berkata ketika mensifat datang dengan sifat malu
فجاءت موسى إحدى المرأتين اللتين سَقَى لهما تمشي على استحياء من موسى، قد سترت وجهها بثوبها.
Maka salah seorang wanita itu datang ke nabi Musa dengan menutup wajahnya dengan menggunakan pakaiannya.
Demikian pula yang semakna dengan ini ucapan ibn katsir rohimahullah.
Bahkan imam Baghowi ketika membawakan tafsir ayat inj beliau membawakan ucapan Umar ibn Khottob rodhiallahu anh yang menjelaskan bahwa, wanita ini bukan wanita yang suka keluyuran dan datang dalam keadaan menutup wajahnya karena sifat malunya yang luar biasa.
لَيْسَتْ بِسَلْفَعٍ مِنَ النِّسَاءِ خَرَّاجَةً وَلَّاجَةً، وَلَكِنْ جَاءَتْ مُسْتَتِرَةً قَدْ وَضَعَتْ كُمَّ دِرْعِهَا عَلَى وَجْهِهَا اسْتِحْيَاءً،
Karena itu sifat wanita-wanita yang mulia dari masa ke masa adalah yang penuh rasa malu dan ini disifati langsung oleh Allah dalam Al-quran dan dijelaskan oleh sahabat nabi yang mulia yaitu Umar ibnul khottob
Maka suatu hal yang aneh kalau ngupload foto terlebih ngupload foto wajah dianggap biasa2 saja, justru ini adalah hal yang menyelisihi tanda-tanda wanita yang mulia.
7. Wajah perempuan adalah aurat
Betul, memang ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa wajah perempuan adalah aurat. Mereka yang berpendapat demikian berselisih apakah seluruh wajah adalah aurat atau masih ada pengecualian. Sebagian berpendapat bahwa seluruh wajah perempuan adalah aurat sehingga tidak boleh terlihat sedikitpun; sebagian lagi menganggap kedua mata boleh ditampakkan untuk melihat; sebagian lagi hanya memperbolehkan menampakkan satu mata saja untuk melihat dengan jelas. Karena itulah maka kita mendapatkan tiga model burqa sesuai ketiga pendapat di atas; ada yang tidak berlubang, ada yang berlubang untuk kedua mata dan ada yang hanya berlubang untuk satu mata saja. Pendapat semacam ini bukanlah sebuah kesepakatan dan bahkan sangat mudah disanggah sebab dalam hadis yang sahih justru dinyatakan bahwa seorang wanita tidak boleh dilihat kecuali dua bagian, yakni wajah dan telapak tangan. Ulama Hanafiyah justru menambah kaki bagian bawah dalam daftar anggota tubuh yang boleh terlihat karena memang setiap harinya lumrah terlihat saat kerja. Sebagian ulama juga memperdebatkan bagian lengan bawah (jari sampai siku) dan rambut yang menjulur di bawah batas kepala karena kedua hal ini tergolong mudah dan lumrah terlihat.
Bahasan soal batasan aurat ini panjang dan tulisan ini tidak dibuat untuk itu. Yang jelas, kita tidak dapat menyatakan haram mengupload foto kecuali pada mereka yang mengikuti pendapat bahwa wajah adalah aurat yang haram diperlihatkan. Adapun bagi yang tidak mengikuti pendapat tersebut, maka baginya tersedia pilihan yang lebih longgar.
Qultu : kalau kita mau ambil rukhsoh setiap madzhab maka sangatlah tidak tepat bahkan sebagian ulama salaf mengatakan
من تتبع الرخص تزندق
Barang siapa yang mengikuti kemudahan2 ulama maka ia telah zindiq.
Bagaiman tidak masalah nadzor ikt madzhab dzohiri yang bilang boleh melihat seluruh tubuh wanita yang mau di nadzor, wudhu pun pake khomr dengan sebab ada madzhab hanafi yang dikatakan memperbolehkan hal ini, dan hal-hal semisal
Bukanlah ulama sudah membuat garis-garis dalam pendapat yang mereka bawakan?
Seandainya disebutkan wajah bukan aurat, maka diluhat bagaimana ucapan syeikhul islam zakaria Al-Anshori dalam asnal matholibnya.
أما النظر والإصغاء لما ذكر عند خوف الفتنة أي الداعي إلى جماع أو خلوة أو نحوهما فحرام وإن لم يكن عورة للإجماع، ولقول الله تعالى: وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ [النور:31]، وقوله: قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ [النور:30]. انتهى،
Beliau menjelaskan boleh melihat wajah dan tangan kalau aman dari fitnah, kalau bisa mengundang syahwat maka hal itu terlarang
Apakah sidi yakin kalau misalnya ada wanita yang ngupload foto maka yang melihat tidak ingin melakukan hal yang haram pada yang ngupload?
Berapa banyak terjadi hal yang haram karen diawali foto?
Kalau wajah wanita yang seharusnya terbuka pada waktu sholat diperintahkan untuk di tutup kalau ada laki2 ajnabi, maka berhenti ngupload foto tentu lebih utama dalam hal ini.
8. Dilarang membantu lelaki bermaksiat mata atau membangkitkan syahwat lelaki
Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa seorang lelaki wajib menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Termasuk yang diharamkan adalah aurat atau hal-hal yang menimbulkan syahwat baginya. Untuk aurat bisa disepakati bahwa itu wajib ditutup dan tidak boleh diperlihatkan, baik di dunia nyata atau pun maya. Namun untuk hal-hal yang menimbulkan syahwat, maka tidak bisa serta merta dilarang dengan alasan dapat membantu lelaki bermaksiat mata atau membuatnya syahwat. Perlu dilihat dulu apakah hal itu wajar menimbulkan syahwat atau tidak?
Kita bahas dahulu apa syahwat dan apa batasannya. Syahwat itu sendiri adalah dorongan seksual. Terjemah paling pas untuk kata syahwat adalah birahi. Tampaknya saya harus sedikit vulgar di bagian ini agar jelas duduk persoalannya. Munculnya syahwat atau birahi ini menurut sebagian ulama, seperti Imam as-Sarakhsi dan lainnya, batasannya adalah: (1) Terjadinya ereksi pada lelaki normal yang sebelum melihat objek bahasan tidak ereksi, (2) Adanya penambahan ketegangan ereksi pada lelaki normal yang sebelum melihat objek bahasan telah ereksi atau (3) adanya gejolak keinginan bersenggama pada lelaki yang impoten. Untuk wanita dapat dikiaskan berarti keluarnya cairan basah atau kondisi semacam itu yang saya rasa tidak perlu diperdetail. Sebagian ulama lain tidak menyaratkan munculnya kondisi fisik semacam itu untuk disebut syahwat namun cukup adanya dorongan dalam hati untuk melakukan kegiatan seksual dengan objek yang dilihat atau disentuh, meskipun tubuhnya belum menampakkan reaksi tertentu seperti di atas. Jadi secara normal sangat sulit sebuah foto yang sopan dan wajar akan membangkitkan syahwat orang yang melihatnya.
Namun para ulama seperti Syaikh al-Bajuri dan lainnya membahas kewajiban menjaga pandangan apabila syahwat tetap terjadi, meskipun pada benda yang lumrahnya tidak menimbulkan syahwat. Misalnya bila seorang lelaki melihat celana dalam wanita di etalase toko lalu mengalami syahwat alias ingin bersenggama dengan orang yang tidak halal baginya, maka orang itu dilarang melihat objek tersebut. Namun demikian tidak berarti berdosa bagi penjual celana dalam tersebut bila tetap memperlihatkan barang dagangannya itu sebab secara normal benda tersebut tidak menimbulkan syahwat. Demikian pula bila seorang perempuan mengalami syahwat ketika melihat sayur terong di pasar, penjualnya tidak serta merta haram membiarkan sayur terongnya terpampang untuk umum. Dalam kedua kondisi ini, yang terkena hukum haram hanya orang yang mengalami syahwat tersebut karena tindakan melihatnya dapat mengantarkan pada perbuatan haram di level berikutnya. Namun demikian penjualnya tidak dapat dianggap sebagai orang yang membantu terjadinya tindakan haram sebab sewajarnya itu tidak terjadi.
Hal yang sama berlaku pada foto lawan jenis. Orang yang normal tidak akan timbul syahwat birahi ketika melihat foto-foto yang sopan, tidak provokatif dan tidak menampakkan aurat. Apabila ada yang gejolak birahinya bangkit ketika melihat foto yang wajar, maka orang itulah yang wajib menundukkan pandangannya sedangkan pemilik fotonya tidak dapat dianggap berdosa karena kejadian tersebut.
Qultu : permisalan yang anda bawakan adalah permisalan2 umum pada benda2 umum yang secara asalnya tidak mengandung fitnah yang kemudian sidi giring ke pemahaman bahwa wanita pun demikian,maka ini logika yang kurang tepat.
Karena asalnya wanita ketika menjadi fitnah harus menutup dirinya maka tidak bisa dijadikan alasan wanita boleh buka2an, atau ngupload fotonya.
Entah laki-laki yang melihatnya bernafsu atau tidak secara asal ya wanita harus menutup dirinya ketika ada fitnah, maka logika ini gak bisa disamakan dengan celana dalam wanita yang menjadi fitnah karena keduanya memiliki kasus yang berbeda.
Kalau wanita terbuka atau ngupload maka kasusnya ia yang mengundang.
Adapun celana dalam sebabnya kurang normalnya yang melihat.
Adapun bila sekedar terbesit dalam pikiran bahwa foto yang dilihat bersifat cantik atau tampan, maka itu bukan syahwat sepanjang tidak sampai timbul dorongan atau fantasi seksual dengannya. Mungkin saja bacaan saya kurang luas, tetapi selama ini tidak pernah saya menemukan ulama yang menjadikan timbulnya anggapan cantik/tampan sebagai indikator timbulnya syahwat. Andai ada yang menjadikan pujian cantik/tampan sebagai batasan munculnya syahwat, maka alangkah anehnya karena artinya seorang lelaki yang merasa lelaki lainnya tampan artinya timbul syahwat homo sebagaimana seorang wanita yang memuji wanita lainnya cantik artinya timbul syahwat lesbian. Betapa kacau bila ukuran syahwat adalah semata merasa objek yang dilihat adalah cantik/tampan. Yang benar, batasannya adalah munculnya perasaan ingin melakukan aktivitas seksual.
Jadi, sebenarnya hukum foto sama dengan hukum yang berlaku di dunia nyata. Tidak ada hukum khusus bagi foto yang berbeda dari dunia nyata. Apa pun yang halal dilihat di dunia nyata, maka itu juga halal dilihat di dunia maya. Bila mau jujur, justru apa yang terlihat di dunia maya lebih lemah efek syahwatnya daripada yang ada di dunia nyata dan potensi fitnahnya (baca: zina) bisa dibilang tidak ada. Potensi zina di dunia nyata betul-betul ada, berbeda dengan di dunia maya. Apa yang menimbulkan syahwat bila dilihat secara langsung di dunia nyata, belum tentu menimbulkan syahwat bila dilihat fotonya saja. Lalu dari manakah anggapan bahwa konsekuensi mengupload foto adalah pasti haram tanpa kecuali itu?
Qultu: justru berita-berita didalam dan di luar negri menceritakan terjadi perbuatan kemungkaran diawali dari foto di sosmed.
Bahkan nabi pun menjelaskan (yang maknanya) zina mata adalah melihat, lalu apakah tidak aneh ada wanita yang upload foto kemudian dibenarkan? Sedangkan iti menjadi sarana untuk zina mata bagi yang melihatnya?
Mereka yang mengharamkan upload foto secara mutlak bagi perempuan, apalagi bagi laki-laki, sama sekali tidak mempunyai dalil yang kokoh sebagaimana dibahas di atas. Semua dalil tersebut maksimal hanya sampai pada tahap makruh atau sebaiknya dihindari, tidak bisa sampai pada derajat haram. Hukum upload foto di media sosial ini pun tidak berbeda dengan hukum merekam aktivitas untuk dokumentasi acara, keperluan berita, pembuatan banner dan seluruh hal lain yang melibatkan foto di masa ini. Kalau mau mengharamkan satu dari hal ini, maka harus diharamkan pula kasus yang lain sebab illatnya sama.
Qultu : dalil yang terkokoh adalah bukti yang sering terjadi bahwa foto menjadi sarana untuk bermakasiat mata dan berzina.
الوسيلة لها احكام المقاصد
Sarana memiliki hukum yang dituju.
Dan kaedah yang sudah ana sebutkan diatas
اذا اجتمع الحلال و الحرام غلب الحرام
Kalau perkara yang halal sidah tercampur dengan yang haram, maka yang dikuatkan adalah sisi haramnya.
Dalam ushul fikih, untuk menyatakan sesuatu sebagai haram tidak mudah sebagaimana disangka orang-orang bodoh dan tidak sederhana seperti dilakukan para juru dakwah yang suka berlebihan dalam bumbu-bumbu pidatonya. Untuk sampai pada derajat haram harus ada dalil larangan tegas dari Allah atau Rasulullah, ada sanksi tegas dari keduanya bagi yang melakukan, ada laknat atau ancaman siksa bagi pelakunya. Tanpa ini semua, semua larangan hanya sampai pada derajat makruh atau khilaful awla, lalu bagaimana untuk sesuatu yang larangan secara spesifiknya tidak ada semisal soal ulpoad foto? Ingat, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh syariat adalah pelanggaran berat dan dosa besar, karena itu jangan bermudah-mudahan menjatuhkan vonis haram.
Qultu: demikian pula menghalalkan sesuatu yang jelas2 mengandung hal2 yamg terlarang maka merupakan hal yang harusnya dijauhi.
Ulama-ulama yang ana ikuti darsnya tidak ada satupun yang bermudah2an dalam urusan foto wanita bahkan mereka begitu keras kepada wanita yang bermudah2an ngupload foto, karena ini adalah jalan yang terbaik dibandingkan memperbolehkan hal-hal yang justru membawa pada kecelakaan.
Hakikat sebuah foto tidak lebih dari sekedar satu fragmen kejadian di alam nyata yang diabadikan dalam suatu media. Bila ada seseorang yang berpakaian sopan, baik lelaki atau perempuan, lewat di trotoar jalan lalu anda melihatnya berjalan dari ujung trotoar hingga dia menghilang di kejauhan tanpa ada syahwat atau pikiran macam-macam, apakah tindakan anda haram? tentu tidak alasan untuk mengharamkannya meskipun perlu ditanyakan untuk apa anda melakukan itu. Bila kemudian satu fragmen ketika orang tersebut berjalan difoto, maka apakah lantas anda haram melihat fotonya yang diam membeku di satu posisi itu? Tentu juga tak ada alasan untuk mengharamkannya. Demikian juga soal mengupload satu fragmen kejadian dari kehidupan nyata yang tidak haram, tidak ada alasan untuk mengharamkannya.
Qultu: ini sudah ana sebutkan diatas, menyamakan foto dengan orang berjalan adalah hal yang tidak logis.
Foto bisa kapan saja kita buka, adapun orang berjalan maka ketika ia lewat maka gak ada yang membekas dikepala kita kecuali hanya beberapa bagian tubuhnya yang kelak akan hilang dibawa lupa.
Adapun pertanyaan retoris semisal “Untuk apa kok upload foto di medsos, memangnya mau apa?” atau pertanyaan serupa yang menyudutkan, maka dapat dengan mudah dijawab: “Tidak untuk apa-apa, suka saja”. Bila mau, bisa juga penanya ditanya balik “Untuk apa anda nanya-nanya?”. Dalam hal yang tidak terlarang, seharusnya tidak perlu ada pertanyaan “untuk apa” segala, apalagi dalam hal yang tidak urgen dibahas. Bagi saya yang lama aktif di medsos, memperlihatkan foto justru mempunyai banyak manfaat dan dapat menjadi sarana mengontrol diri sendiri karena identitas di media sosial sama dengan identitas asli di dunia nyata.
Saya sangat menghargai pilihan sebagian muslim atau muslimah yang enggan mengupload fotonya atau foto istrinya di media sosial. Itu adalah pilihan pribadi yang tidak bermasalah. Yang bermasalah adalah ketika ada yang bermudah-mudahan menyimpulkan haram tanpa alasan yang kuat, apalagi bila sampai menarasikan bahwa wanita muslimah terhormat menjadi seolah pelacur yang menjajakan dirinya pada jutaan lelaki hanya karena mengupload foto. Sungguh rendah dan hina perkataan tersebut dan sungguh bermasalah psikologinya. Apa hatinya betul-betul gelap sehingga dia tidak bisa membedakan antara foto yang sopan dan wajar serta tidak menampakkan aurat dengan foto yang memamerkan aurat atau foto provokatif yang menggoda? Atau jangan-jangan dia pengidap hipersex sehingga melihat foto biasa langsung timbul dorongan syahwatnya lalu merasa bahwa semua orang seperti dirinya?
Bila dia yang berkata kasar seperti itu adalah seorang wanita, mungkin dia perlu diapresiasi karena berusaha menjaga dirinya sendiri, tetapi kelakuannya yang dengan entengnya menghina wanita lain hanya karena tidak sependapat dengan dirinya dalam hal fikih semacam ini adalah tindakan yang sangat buruk dan hina. Bila yang berkata seperti itu adalah seorang lelaki, maka saya sarankan agar dia pergi ke psikolog siapa tahu pikiran hipersexnya yang mudah syahwat tatkala melihat foto wajar menjadi sembuh sehingga dia berhenti berpikir yang tidak-tidak. Semoga bermanfaat.
Qultu : untuk hal tuduh menuduh maka ana tidak mengomentari apa-apa, tetapi tetap sampai saat ini ana meyakini bahwa perempuan tidak layak untuk mengupload foto karena sejatinya mereka adalah sesuatu yang harus ditutupi bukan dipamerkan pada khalayak ramai. Barakallah fiekm sidi.