Bila Ibu Menyuruh Menceraikan Istri, Wajibkah Dituruti?

Bila Ibu Menyuruh Menceraikan Istri, Wajibkah Dituruti?

Fikroh.com – Banyak sekali kasus adanya miskomunikasi antara ibu dan menantu perempuannya. Bahkan tidak jarang berakhir dengan ibu yang memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya. Inilah yang menjadikan sang anak kemudian bimbang apakah ketika dia tidak menuruti perintah tersebut dia aka jadi anak durhaka? Bagaimana sikap sang anak menyikapi hal tersebut?

Berikut saya sampaikan beberapa pendapat para ulama’ terkait hal tersebut

Pertama, pendapat Hasan Al-Bashri

عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: قِيلَ لَهُ: رَجُلٌ أَمَرَتْهُ أُمُّهُ أَنْ يُطَلِّقَ امْرَأَتَهُ؟ قَالَ الْحَسَنُ: «لَيْسَ الطَّلَاقُ مِنْ بِرِّهَا فِي شَيْءٍ»

[الحسين بن حرب ,البر والصلة  للحسين بن حرب ,page 32]

Hasan Bashri pernah ditanya terkait lelaki yang diperintahkan oleh ibunya untuk menceraikan istrinya. Dia menjawab “Mentalak istri bukan termasuk bentuk berbakti pada seorang ibu”

Kedua, pendapat Abdullah bin Mubarak

سَأَلَ رَجُلٌ ابْنَ الْمُبَارَكِ فَقَالَ: إِنَّ أُمِّيَ لَمْ تَزَلْ تَقُولُ تَزَوَّجْ حَتَّى تَزَوَّجْتُ فَالْآنَ قَالَتْ لِي: طَلِّقْهَا , فَقَالَ: «إِنْ كُنْتَ عَمِلْتَ عَمَلَ الْبِرِّ كُلِّهِ وَبَقِيَ هَذَا عَلَيْكَ فَطَلِّقْهَا

[أبو نعيم الأصبهاني، حلية الأولياء وطبقات الأصفياء، ٣٤٥/٨]

Ibnu Al-Mubarak juga pernah ditanya hal yang sama. Beliau menjawab “Jika kamu telah melakukan segala bentuk amalan berbakti padanya dan hanya tersisa satu saja yang belum dilakukan yaitu dengan menceraikan istrmu, maka kamu bisa menceraikan istrimu. 

Ketiga, pendapat Imam Ahmad bin Hanbal

سأل رجل أبا عَبْد اللَّهِ قَالَ: إن أبي يأمرني أن أطلق أمرأتي قَالَ: لا تطلقها قَالَ: أليس عُمَر أمر ابنه عَبْد اللَّهِ أن يطلق امرأته قَالَ: حتى يكون أبوك مثل عُمَر رضي الله عنه.

[ابن أبي يعلى، طبقات الحنابلة، ١٧١/١]

Imam Ahmad juga pernah ditanya hal yang sama. Beliau menjawab “Jangan engkau ceraikan istrimu”. Dia ditanya lagi bukankah Umar memerintahkan anaknya Abdullah dan dia menurutinya?. Imam Ahmad menjawab lagi “Kamu boleh menceraikan istrimu sampai ayah kamu seperti ‘Umar”

Pendapat imam Ahmad bin Hanbal tersebut juga senada dengan Al-Munawi berikut ini

ولو أمر بطلاق زوجته قال جمع: امتثل لخبر الترمذي عن ابن عمر قال: كان تحتي امرأة أحبها وكان أبي يكرهها فأمرني بطلاقها فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فذكرت له ذلك فقال: طلقها قال ابن العربي في شرحه: صح وثبت وأول من أمر ابنه بطلاق امرأته الخليل وكفى به أسوة وقدوة ومن بر الابن بأبيه أن يكره من كرهه وإن كان له محبا بيد أن ذلك إذا كان الأب من أهل الدين والصلاح يحب في الله ويبغض فيه ولم يكن ذا هوى 

[المناوي، فيض القدير، ٢٦٢/٤]

Menurut sekolompok ulama’ lelaki tersebut mengikuti perintah orang tuanya sebagimana sikap Abdullah bin Umar yang menuruti Umar bin Khattab. Adapun orang pertama kali memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya adalah Ibrahim. Karena itulah cukup hal tersebut untuk dijadikan tauladan di mana bakti anak adalah tidak menyukai apa yang tidak disukai orang tuanya meski dia sendiri menyukainya. Hanya saja hal tersebut berlaku ketika orang tua yang memerintahkan adalah orang yang ahli agama dan shalih (sebagaimana Nab Ibrahim dan Umar bin Khattab) bukan atas dasar hawa nafsu orang tuanya”

Berdasarkan hal di atas ketika perintah ibu tersebut adalah karena didasari oleh alasan agama dan kebaikan bukan karena hawa nafsunya atau bahkan kebenciannya, maka kita perlu menurutinya sebagaimana perintah Nabi Ibrahim dan Umar bin Khattab pada anak keduanya. Jika tidak, maka kita menolak perintahnya bukan sebuah bentuk kedurhakaan. Hal ini dikarenakan perceraian suami istri merupakan sebuah prestasi terbesar Iblis. Rasulullah bersabda

إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu mengirim bala tentaranya, (setan) yang kedudukannya paling rendah bagi Iblis adalah yang paling besar godaannya. Salah satu diantara mereka datang lalu berkata: ‘Aku telah melakukan ini dan itu.’ Iblis menjawab: ‘Kau tidak melakukan apa pun.’ Lalu yang lain datang dan berkata: ‘Aku tidak meninggalkannya hingga aku memisahkannya dengan istrinya.’ Beliau bersabda: “Iblis mendekatinya lalu berkata: ‘Kamu adalah yang paling bagus.”  (HR. Muslim 5032)

Leave a Comment