14 Sunnah Wudhu yang Wajib Anda Ketahui


Fatwapedia.com – Wudhu merupakan ibadah yang syarat dan rukunnya telah ditentukan oleh syari’at. Sehingga tidaklah sah wudhu yang dilakukan tanpa memenuhi syarat dan rukun yang berlaku. Selain dua hal diatas seorang muslim dapat meraih kesempurnaan wudhu dengan mengamalkan sunnah-sunnah Wudhu. Apa saja yang termasuk sunnah wudhu? Berikut ini penjelasan 14 sunnah wudhu yang dianjurkan oleh Rasulullah.

Sunnah-Sunnah Wudhu
1. Bersiwak
 
Pengertian Siwak dan dalil disyariatkannya

Siwak berasal dari kata saka, artinya menggosok. Secara istilah bersiwak adalah menggunakan kayu siwak (‘ud) atau sejenisnya ke gigi untuk membersihkan warna kuning dan sebagainya.

Bersiwak dianjurkan dalam segala waktu termasuk sebelum wudhu, sebagaimana dalam hadits aisyah radhiallahu ‘anha, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

“Siwak membersihkan bau mulut dan memperoleh keridhoan Allah” [Hadits Riwayat: Nasai (1/50), Ahmad (6/47,62) dan selain keduanya. Shahih] 

Ketika berwudhu’. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ الْوُضُوءِ “

 
Jikalau tidak memberati umatku niscaya aku perintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap berwudhu’
 
2. Membaca Tasmiyah (basmalah) pada awal wudhu merupakan perkara baik yang boleh. 
 
Banyak terdapat hadits-hadits dhaif yang menjelaskan kesunnahan membaca basmalah ketika wudhu, tetapi ada beberapa hadits yang dishahihkan oleh sebagian ulama. Diantaranya adalah hadits:
لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ
“Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah”[1]
Ada beberapa hadits dhaif yang tidak bisa digunakan sebagai argumentasi, karena itu Imam Ahmad berkata: Aku tidak mengetahui hadits yang mempunyai jalur sanad yang baik pada bab ini.
Penulis berkata: Argumen ini diperkuat dengan tidak adanya keterangan yang mewajibkan membaca basmalah. Dari riwayat yang menceritakan sifat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membaca basmalah. Ini pendapat Imam At-Tsauri, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i dan Abu Hanifah. (Riwayat Ahmad).
3. Mencuci Kedua Telapak Tangan Sebelum Berwudhu

فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ، فَغَسَلَهُمَا
“Beliau menuangkan air di telapak tangan dan membasuhnya tiga kali.”[2]
4. Berkumur Dan Menghirup Air Ke Dalam Hidung menggunakan satu telapak tangan sebanyak tiga kali. 
Sebagaimana terdapat dalam riwayat hadits Abdullah bin Zaid ketika mengajarkan tata cara wudhu yang diajarkan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
أنه تمضمض واستنشق من كف واحدة ففعل ذلك ثلاثا
“Bahwa Rasulullah berkumur dan istinsyaq menggunakan satu telapak tangan. Beliau melakukannya tiga kali”
5. Melebihkan Berkumur Dan Istinsyaq Bagi Yang Tidak Puasa
وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Lebihkanlah memasukan air ke dalam hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa.”[3]
6. Mendahulukan Anggota Wudhu Bagian Kanan Dari Yang Kiri
Menurut hadits riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dalam mensifati wudhu nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ، فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ اليُمْنَى، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ، فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ اليُسْرَى، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ، فَرَشَّ عَلَى رِجْلِهِ اليُمْنَى حَتَّى غَسَلَهَا، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرَى، فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ، يَعْنِي اليُسْرَى»
“Kemudian nabi mengambil seciduk air dan membasuh tangan kanannya, dan kembali mengambil seciduk air dan membasuh tangan kirinya lalu mengusap kepala kemudian mengambil seciduk air dan menyiramkan  kaki kanan lalu membasuhnya, kemudian mengambil seciduk air dan membasuh kaki kirinya”[4]
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggemari mendahulukan kanan saat menggunakan sandal, memulai langkah kaki, bersuci dam memulai segala sesuatu.”[5]
7. Mencuci Anggota Wudhu Tiga Kali
أنه تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً و أنه تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ
Bahwa nabi berwudhu dengan sekali basuhan.[6] Bahwa nabi berwudhu dengan dua kali basuhan.[7]
Catatan Penting:
Mengusap kepala hanya sekali: tidak dilakukan dua atau tiga kali sebagaimana terdapat dalam kumpulan hadits sifat wudhu nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, adapun riwayat yang menyebutkan mengusap kepala tiga kali adalah riwayat yang tidak sahih. Adapun riwayat yang menyebutkan mengusap dua kali merupakan penafsiran atas hadits yang menyebutkan, “Beliau mengusap dengan kedua tangannya ke depan dan ke belakang kepalanya”
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Abdil Barr: “Mengembalikan tangan kebelakang ketika mengusap kepala tidaklah dikatakan sebagai pengulangan, karena pengulangan adalah mengambil air yang baru. Kemudian anjuran mengulang hanya berlaku pada anggota tubuh yang dicuci bukan yang disapu.[8] Dari pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang tidak mengulang dalam mengusap kepala sebagaimana dalam hadits al A’rabi (orang arab badui) yang dating kepada nabi untuk bertanya tentang wudhu. Lalu beliau mengajarinya tiga kali-tiga kali. Beliau bersabda:
هَذَا الْوُضُوءُ، فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ، أَوْ تَعَدَّى، أَوْ ظَلَمَ
“Iniah cara berwudhu, siapa yang menambahinya maka telah berbuat buruk, melampaui batas dan dzalim.”[9]
Al-Hafidz ibn Hajar mengomentari dalam kitab al-Fath (1/198) “Sesungguhnya riwayat Said bin Manshur telah jelas, bahwa menyapu kepala dilakukan sekali, maka keterangan yang menunjukkan tambahan menyapu kepala lebih dari sekali tidak dianjurkan. Terdapat juga hadits yang menyebutkan riwayat menyapu tiga kali yaitu dimaksudkan untuk membasuh yang mencakup seluruh anggota wudhu, bukan merupakan basuhan yang terpisah untuk menyapu seluruh kepala. Hal ini dilakukan untuk menyatukan dalil-dalil tersebut.
Penulis berkata: mengenai mengusap sekali adalah Mazhab Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, dalam riwayat yang shahih. Berbeda dengan asy-Syafii.
Makruh menambah lebih dari tiga kali bagi yang telah menyempurnakan wudhu: membasuh tiga kali anggota wudhu adalah yang paling sempurna. Makruh menambah basuhan lebih dari tiga kali menurut keterangan hadits:
فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ، أَوْ تَعَدَّى، أَوْ ظَلَمَ
 “Siapa yang menambahinya maka telah berbuat buruk, melampaui batas dan dzalim.”
Maksud dari hadits ini adalah yang bukan untuk menyempurnakan kekurangan wudhu. Adapun ketika wudhu telah sempurna tiga kali atau kurang dari itu maka dimakruhkan membasuh lebih dari tiga kali. Tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam permasalahan ini.[10]
8. Menyela-nyela Jenggot Yang Lebat, Apabila menutupi kulit maka cukup membasuh bagian luarnya saja. Menyela-nyela jenggot dengan menggunakan air : diriwayatkan dari anas bin malik
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ، أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ»، وَقَالَ: «هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ[11]
“Bahwa Rasulullah jika berwudhu mengambil air dengan telapak tangan lalu memasukannya dibawah dagunya dan menyela-nyela jenggotnya kemudian bersabda Begini Allah mengajariku.
9. Menggosok Anggota wudhu
Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu ia berkata:
رأيت النبى صلى الله عليه و سلم يتوضأ فجعل يدلك ذراعيه
 “Aku melihat Rasulullah berwudhu dan mengosok-gosok lengannya”[12]
10. Menyela-Nyela Jari Tangan Dan Kaki
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أسبغ الوضوء و خلل الأصابع و بالغ فى الإستنشاق إلا ان تكون صائما[13]
“Sempurnakanlah wudhu, sela-selalah diantara jari jemarimu dan bersungguh-sungguhlah ketika istinsyaq kecuali jika engkau dalam keadaan berpuasa.”
Jika jari-jari dan sekitarnya tidak dapat dibasuh kecuali dengan menyela-nyelanya maka hal ini menjadi wajib sebagaimana yang telah dijelaskan.
11.  Menambah Basuhan Dengan Melebihi Bagian Yang Wajib
Boleh menyempurnakan wudhu, melebihkan membasuh wajah hingga bagian depan kepala dan melebihkan basuhan hingga bagian atas siku dan mata kaki.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ[14]
“Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dengan cahaya putih pada wajah dan anggota wudhunya karena bekas air wudhu. Abu Hurairah berkata “siapa yang mampu memanjangkan cahaya putih pada wajahnya lakukanlah”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata:
أنه توضأ فغسل يديه حتى أشرع فى العضدين, وغسل رجليه حتى أشرع فى الساقين, ثم قال هكذا رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يتوضأ[15]
“Bahwa ia berwudhu dan mencuci tangannya hingga lengan, dan membasuh kaki hingga betis. Kemudian beliau berkata “Begini aku melihat Rasulullah berwudhu”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata:
سمعت خليلى صلى الله عليه وسلم يقول: تبلغ الحلية من المؤمن حيث يبلغ الوضوء[16]
“Aku mendengar kekasihku bersabda “perhiasan seorang mukmin (pada hari kiamat) adalah air wudhu yang mengenai tubuhnya.
12. Hemat Menggunakan Air
Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu ia berkata:
كان النبى صلى الله عليه وسلم يغتسل بالصاع إلى خمسة أمداد, ويتوضأ بالمد  والصاع : أربعة أمداد, والمد قرابة نصف اللتر المعروف.
“Rasulullah saat mandi menggunakan sekitar satu hingga lima sha’ air, ketika berwudhu menggunakan satu mud air.[17] Satu sha’ = empat mud. Satu mud = ± ½ liter air.”
13. Berdoa Setelah Wudhu.
Diriwayatkan dari Umar radhiallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِــــغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“Tidak ada seorangpun dari kalian yang berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian berdoa “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.” Kecuali terbuka baginya delapan pintu surga yang dapat dimasuki dari pintu sesukanya.”
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu ia berkata bahwa nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
من توضأ فقال: سبحانك اللهم و بحمدك أشهد ان لا إله إلا انت, أستغفرك و أتوب إليك, كتب فى رق ثم طبع بطابع فلا يكسر إلى يوم القيامة).
“Siapa yang berwudhu kemudian berdoa “Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu an lailaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaika” maka pahala wudhunya akan tersimpan dalam bejana dan disegel, tidak akan dipecah bejananya sampai hari kiamat.”[18]
14. Shalat Dua Rakaat Setelah Wudhu.
Diriwayatkan dari Utsman radhiallahu ‘anhu ia berkata:
«رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا» ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Aku melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku, dan berkata “siapa yang berwudhu seperti wudhuku kemudian shalat dua rakaat kemudian tak  berbicara sedikitpun (memikirkan urusan dunia) maka diampuni dosanya yang telah lalu.[19]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Bilal ketika shalat subuh:
يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ، فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الجَنَّةِ» قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي: أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا، فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
“Wahai Bilal, beritahu aku amal yang paling memberi harapan yang engkau kerjakan dalam Islam karena aku mendengar suara sandalmu di surga. Bilal menjawab: tiada amalan yang paling aku harapkan kecuali setiap kali selesai bersuci baik pada waktu malam maupun siang pasti aku shalat semampuku.[20]
Boleh menyeka dengan handuk setelah berwudhu, Karena tidak adanya keterangan hadits yang melarang untuk mengusap bekas air wudhu. Dasar hukumnya adalah boleh.
Terdapat hadits yang menerangkan bahwa Maimunah radhiallahu ‘anha mendatangi nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah mandi dan memberi kain pengusap akan tetapi beliau tak mengusap bekas mandinya, hanya mengusap kedua tangannya.
Penulis berkata: Fakta ini terdiri dari beberapa kemungkinan: adakalanya nabi menolak kain pengusap karena kainnya tidak bersih atau khawatir kain pengusapnya lembab atau lainnya. Kemudian kemungkinan kedua nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan kain pengusap untuk mencontohkan bahwa mengusap adalah kebiasaannya.[21]
Diperkuat dengan keterangan yang membolehkannya mengusap air wudhu.
Diriwayatkan dari salman al-farisi
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ، فَقَلَبَ جُبَّةَ صُوفٍ كَانَتْ عَلَيْهِ، فَمَسَحَ بِهَا
“Bahwa nabi  Shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu kemudian membalik jubah wolnya dan mengusap bekas wudhu dengannya.”[22]”
At-Tirmidzi berkata (54) : Para sahabat dan ulama telah memberi keringanan untuk menggunakan kain pengusap setelah berwudhu. Hal yang membuat ini makruh adalah pernyataan nabi yang menunjukkan bahwa air wudhu akan ditimbang.
Wudhu Tidak Sah Jika Tertutupi Dengan Cat Kuku
Karena menghalangi mengalirnya air dibagian fardhu wudhu. Adapun memberi warna pada kuku (inai) maka hal tersebut tak akan membekas. Akan tetapi sebaiknya harus dihilangkan sebelum melakukan wudhu.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ia berkata:
نِسَاؤُنَا يَخْتَضِبْنَ أَحْسَنَ خِضَابٍ، يَخْتَضِبْنَ بَعْدَ الْعِشَاءِ، وَيَنْزَعْنَ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Para Istri kami menggunakan cat kuku (inai) paling bagus; mereka menggunakannya setelah isya dan membersihkannya sebelum fajar.”[23]
Dari Ibrahim An Nakha’i ketika wanita menggunakan cat kuku saat berhadas kemudian akan melaksanakan shalat.
تنزع ما على يديها إذا أردت أن تصلى
“Bersihkanlah cat kuku yang menempel di tangan jika hendak melaksanakan shalat”[24]
Catatan kaki :
[2] Hadits Riwayat: Abu Daud (101), at-Tirmidzi (25), Ahmad (2/418), dan lainnya. Pendapat yang rajih hadits ini dhaif. Namun  syaikh al-Albani menghasankannya dalam al-irwa’ 1/122. Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini menulis tentang penshahihan hadits tersebut. Masalah ini tidak jauh dari kebenaran.Wallahu a’lam. Hadits Dhaif.
[1] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (159), Muslim (226).
[2] Hadits Riwayat: Abu Daud (142), an-Nasa’i (1/66), Ibn Majah (407),  Ahmad (4/33). Shahih.
[3] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (140).
[1] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (168), Muslim (268).
[2] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (156) dari Ibnu Abbas.
[3] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (157) dari Abdullah bin Zaid.
[4] Muqaddimah Ibn Rusyd, al-Mudawwanah (hal.359).
[5] Hadits Riwayat:  an-Nasa’i (1/88), Ibn Majah (422), Ahmad (2/180). Shahih
[1] At-Tamhid, Ibnu Abdil Barr (20/117).
[2] Hadits Riwayat: Abu Daud (145), al Al-Baihaqi (1/54), al Hakim (1/149).
[3] Hadits Riwayat: Ibn Hibban (1082), al Al-Baihaqi (1/196). Hadits shahih
[4] Hadits Shahih.
[1] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (36), Muslim (246).
[2] Hadits Riwayat: Muslim (246).
[3] Hadits Riwayat: Muslim (250).
[4] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (198), Muslim (325).
[1] Hadits Riwayat: An-Nasa’i ( ), al-Hakim (1/564). shahih
[2] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (6433), Muslim (226).
[3] Hadits Riwayat: Al-Bukhari (1149), Muslim (2458).
[1] Syarhu al-Mumti’ (1/181), lihat Zadul Ma’ad (1/197).
[2] Hadits Riwayat: Ibnu Majah (468/3564). sanadnya mendekati hasan
[3] Hadits Riwayat: Ibnu Abi Syaibah (1/120). Sanad shahih
[4] Hadits Riwayat: Al Al-Baihaqi (1/77/78). Sanad shahih

Leave a Comment