Pengaruh Aqidah dalam Kehidupan

Aqidah, atau keyakinan dalam Islam, memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Artikel ini membahas pengaruh aqidah terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti moralitas, etika, hubungan sosial, dan persepsi terhadap dunia. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang aqidah, umat Muslim dapat memperkaya kehidupan mereka dan berkontribusi positif pada masyarakat.
Pendahuluan
Aqidah adalah bagian sentral dari agama Islam. Ini adalah dasar keyakinan dan kepercayaan yang membentuk pandangan dunia umat Muslim. Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan bagaimana aqidah memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari mereka.
I. Moralitas dan Etika
Salah satu dampak paling signifikan dari aqidah dalam kehidupan umat Muslim adalah pada moralitas dan etika mereka. Aqidah mengajarkan prinsip-prinsip dasar yang harus diikuti oleh seorang Muslim dalam kehidupan sehari-hari. Aqidah memandang Allah sebagai sumber nilai-nilai moral dan etika yang harus diikuti. Oleh karena itu, seorang Muslim diharapkan untuk hidup dengan kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan berlaku adil dalam semua aspek kehidupan mereka.
II. Hubungan Sosial
Aqidah juga memiliki dampak yang signifikan pada hubungan sosial seorang Muslim. Agama Islam mengajarkan pentingnya saling menghormati, toleransi, dan kerjasama antara sesama manusia. Dengan pemahaman yang benar tentang aqidah, seorang Muslim akan cenderung menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, tanpa memandang agama, ras, atau budaya. Aqidah mengajarkan nilai-nilai seperti keadilan, keramahan, dan empati, yang semuanya berkontribusi pada pembentukan hubungan sosial yang sehat.
III. Persepsi Terhadap Dunia
Aqidah juga memengaruhi cara seorang Muslim memandang dunia. Keyakinan dalam adanya Allah sebagai pencipta segalanya memberikan perspektif yang berbeda terhadap alam semesta dan kehidupan. Seorang Muslim percaya bahwa segala yang ada adalah ciptaan Allah dan oleh karena itu memiliki makna dan tujuan. Ini menginspirasi penghargaan terhadap alam dan kepedulian terhadap lingkungan.
IV. Ketahanan dalam Krisis
Aqidah memainkan peran yang penting dalam membantu seorang Muslim menghadapi krisis dan cobaan dalam hidup. Keyakinan bahwa Allah selalu hadir dan mendengarkan doa-doa mereka memberikan ketenangan dan harapan dalam situasi sulit. Aqidah memberikan kekuatan dan ketabahan untuk mengatasi kesulitan dan rintangan.
V. Meningkatkan Kualitas Hidup
Pemahaman yang mendalam tentang aqidah dapat meningkatkan kualitas hidup seorang Muslim. Ketika seseorang hidup sesuai dengan nilai-nilai aqidah, mereka cenderung hidup dengan integritas, kebahagiaan, dan kedamaian batin. Mereka memiliki pandangan hidup yang lebih positif dan lebih siap menghadapi tantangan.
VI. Kontribusi pada Masyarakat
Aqidah juga mendorong umat Muslim untuk berperan aktif dalam masyarakat. Mereka didorong untuk berkontribusi pada kebaikan umum, membantu mereka yang membutuhkan, dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial. Aqidah mengajarkan konsep amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mendorong kebaikan dan melarang kejahatan, yang merupakan kontribusi yang berharga pada masyarakat.

Urgensi Aqidah (Ahammiyyatul Aqidah)

Aqidah adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan. Manfaat yang didapatkan dari tertanamnya aqidah adalah terwujudnya as-sa’adah (kebahagiaan) di dunia dan di akhirat.
Kebahagiaan yang akan didapatkan di dunia disebabkan 4 faktor berikut ini:

Pertama, al-Hidayatu Ila Shirathil Mustaqim. 

Dengan aqidah yang benar kita akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus. Yakni memiliki al-minhajul wadhih (pedoman yang jelas) dalam kehidupan:
As-Siiru Fi Minhaji al-man’am ‘alaihim (berjalan di atas jalan orang-orang yang diberi nikmat), yakni an-nabiyyin (para nabi), asy-syuhada (para syuhada), as-shalihin (orang-orang shalih), as-shiddiqin (orang-orang yang benar keimanannya).
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang- orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa, 4: 69)
Al-I’radhu ‘an minhajil maghdhubi ‘alaihim wa lad-dhalin (dijauhkan dari jalan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang sesat), yakni:
Al-Yahudu (Orang-orang Yahudi). Mereka mengalami faqdul ‘amal (amal yang sia-sia) disebabkan:
Al-Isyraku billah (menyekutukan Allah),
وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah, 2: 51)
Naqdul Mitsaq (mengingkari perjanjian)
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Maidah, 5: 13).
Qatlul anbiya-i (membunuh para nabi)
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
“Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” (Al-Baqarah, 2: 61)
Katsratul Jidal (banyak membantah)
مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَا يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلَادِ
“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu janganlah bersenang-senangnya mereka memperdayakan kamu.” (Al-Mu’min, 40: 4)
‘Adamul intiha-i ‘anil munkar (tidak melarang kemungkaran)
كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Maidah, 5: 79)
Al-Musara’atu fil kufri wal itsmi (bergumul dalam kekufuran dan dosa)
Aklu Suhti (memakan yang haram)
وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu.” (Al-Maidah, 5: 62)
An-Nashara (orang-orang Nasrani). Mereka telah mengalami tahriful minhaj (penyimpangan pedoman).
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, ‘Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: ‘(Tuhan itu) tiga’, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.” (An-Nisa, 4: 171)

Kedua, An-Nashru ‘alal a’da (ditolong dari musuh) melalui:

Al-hukmu / ad-daulah (tegaknya pemerintahan yang melindungi umat).
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
(Dan katakanlah, “Ya Rabbku! Masukkanlah aku) ke Madinah (dengan cara yang baik) yakni dengan cara memasukkan yang disukai di mana aku tidak melihat sewaktu masuk hal-hal yang tidak aku sukai (dan keluarkanlah aku) dari Mekah (dengan cara yang baik) dengan cara mengeluarkan yang membuat hatiku tidak berpaling lagi kepadanya (dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”) kekuatan yang dapat membantuku untuk dapat mengalahkan musuh-musuh-Mu. (Tafsir Jalalain, Q.S. Al-Israa, 17: 80)
Hazimatul Khasmi (mengalahkan musuh)
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu’min bertawakkal.” (Ali Imran, 3: 160)
Intisharul ‘aqidah (kemenangan aqidah)
Hazimatu mabadi-il khasmi (mengalahkan prinsip-prinsip [ajaran-ajaran] musuh)
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (At-Taubah, 9: 33)
Isytisyhadud Du’at (syahidnya du’at)
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ
“Penghulu para Syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan orang yang berdiri di hadapan penguasa zhalim lalu ia menyuruhnya dan melarangnya, lalu pemimpin itu membunuhnya.” (Hadits Shahih dalam Mustadrak ‘ala shahihain, imam Al Hakim no. 4884).

Halakut Tughah (kehancuran tiran)

وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ
“Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang,” (As-Shafat, 37: 173)
Intisyarul Fikrah (tersebarnya fikrah)
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat.” (an-Nasr, 110 : 1-3)
Ketiga, Daf’ullahi ‘alal Mu’minin (pembelaan Allah atas mu’minin)
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari ni’mat.” (Al-Hajj, 22: 38)

Keempat, At-Tamkinu wal istikhlafu wal amnu (kedudukan, kekuasaan, dan keamanan di muka bumi)

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur, 24: 55)
Kesimpulan
Pengaruh aqidah dalam kehidupan umat Muslim sangat besar. Aqidah membentuk moralitas, etika, hubungan sosial, dan persepsi terhadap dunia mereka. Lebih dari itu, aqidah memberikan ketahanan dalam menghadapi cobaan dan krisis, serta meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan pemahaman yang mendalam tentang aqidah, umat Muslim dapat berperan aktif dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk terus memperdalam pemahaman mereka tentang aqidah dan mengintegrasikannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Leave a Comment