Laits bin Sa’ad Ulama Super Dermawan Generasi Salaf

Laits bin Sa'ad Ulama Super Dermawan Generasi Salaf

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 
Fatwapedia.com – Beliau adalah al Imam Laits bin Sa’ad rahimahullah, ulama generasi tabi’ut tabi’in yang tinggal di negeri Mesir, dikenal menjalin persahabatan dengan imam Malik yang ada di Madinah.
1. Keilmuannya
Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentangnya :
الليث بن سعد أفقه من مالك، إلا أن أصحابه لم يقوموا به 
“Al-Laits bin Sa’ad lebih faqih dari pada Malik, hanya saja, murid-muridnya tidak mempertahankan madzhabnya.”
Imam Ahmad rahimahullah berkata :
الليث ثقة، ثبت
“Laits orang terpercaya, dan kokoh (periwayatannya).”
Khalifah al Mahdi ketika mengetahui Laits berkunjung ke Iraq ia berkata : 
الزم هذا الشيخ، فقد ثبت عندي أنه لم يبق أحد أعلم بما حمل منه
“Berpeganglah kalian terhadap syaikh ini, karena aku telah meyakini tidak ada orang yang hari ini keilmuannya menyamai apa yang ada padanya.”
Berkata Fudhail bin Ziyad :
ليث كثير العلم، صحيح الحديث 
“Laits ilmunya banyak, hadits yang diriwayatkannya shahih.”
Syu’aib bin Laits (putranya) bercerita, “Dikatakan kepada ayahku : ‘Kami mendengar hadits darimu, namun kami tidak dapatkan ia dalam kitabmu…”
Maka ayahku menjawab :
أو كل ما في صدري في كتبي؟ لو كتبت ما في صدري، ما وسعه هذا المركب
“Apakah semua yang ada di dadaku harus aku tuliskan di kitabku ? Seandainya aku menuliskan semua yang ada di dadaku, maka kendaraan ini tidak akan bisa memikulnya.”
Al Imam Ibn Bakir berkata tentangnya :
ما رأيت أحدا أكمل من الليث. كان الليث فقيه البدن، عربي اللسان، يحسن القرآن والنحو، ويحفظ الحديث والشعر، حسن المذاكرة.
“Aku tidak melihat seorangpun yang lebih sempurna dari Laits. Ia adalah orang kefaqihannya sempurna, lisannya fasih, sangat bagus bacaan Qur’an dan bahasanya, menguasai hadits dan juga syair, serta indah nasehat-nasehatnya.”
2. Kedermawannya
Abu Shalih bercerita : “ Kami pernah mengunjungi imam Malik, namun ditolak (oleh pembantunya). Maka aku berkata : ‘Dia tidak mirip shahabat kita.’ 
Maka tiba-tiba imam Malik mendengar ucapanku ini dan mempersilahkan kami masuk, lalu ia bertanya : ‘Siapa shahabatmu itu ?’ Kami menjawab : ‘Laits bin Sa’ad.’
  Maka imam Malik berkata :
تشبهوني برجل كتبنا إليه في قليل عصفر نصبغ به ثياب صبياننا، فأنفذ إلينا ما صبغنا به ثيابنا وثياب صبياننا وثياب جيراننا وبعنا الفضلة بألف دينار؟
 “Apakah engkau mau menyamakan aku dengan seseorang yang kami pernah mengirim surat meminta sedikit pewarna untuk pakaian anak-anak kami lalu ia mengirim untuk kami pewarna yang cukup untuk baju kami, anak-anak kami, tetangga kami, lalu sisanya kami jual laku hingga 1000 dinar ?” 
Muhammad bin Ramh berkata :
كان دخل الليث بن سعد في كل سنة ثمانين ألف دينار، ما أوجب الله عليه زكاة درهم قط
“Laits bin Sa’ad pemasukannya setiap tahun 80.000 dinar (312 Milyar), Dan ia tidak pernah membayar zakat yang diwajibkan Allah meski hanya sekeping dirham.”
Qutaibah bin Sa’id berkata : 
ما وجبت علي زكاة قط. وأعطى الليث ابن لهيعة ألف دينار وأعطى مالكا ألف دينار، وأعطى منصور بن عمارالواعظ ألف دينار، وجارية تسوى ثلاث مائة دينار
“Adalah Laits tidak pernah membayar zakat. Aku pernah melihat dia memberikan uang kepada Ibnu Lahi’ah 1000 dinar (3,9 M), kepada Malik 1000 dinar, Mansur Ibn Amar 1000 dinar, dan kepada seorang budak perempuan 300 dinar.”
Qutaibah bin Sa’id juga berkata :
ويتصدق كل يوم على ثلاث مائة مسكين
“Dan dia setiap harinya bersedekah kepada 300 orang miskin.”
Pernah seorang wanita meminta kepadanya segelas madu untuk anaknya yang sedang sakit, Laits lalu berkata kepada pembantunya :
يا غلام، أعطها مرطا من عسل
“Wahai pelayan, berikan kepadanya satu drum madu.”
Manshur bin Ammar berceritakan :
أتيت الليث فأعطاني ألف دينار، وقال: صن بهذه الحكمة التي آتاك الله تعالى 
“Aku pernah datang ke tempat Laits, lalu beliau memberiku 1000 dinar sambil berpesan : ‘Jagalah (kehormatan) ilmu agama yang Allah berikan kepadamu dengan uang ini.” 
وقال أبو صالح: سألت امرأة الليث منا من عسل، فأمر لها بزق، وقال: سألت على قدرها، وأعطيناها على قدر السعة علينا
Berkata Abu Shalih : “Seorang wanita meminta kepada Laits sedikit madu, namun ia memberikan madu satu drum sambil berkata : ‘Dia meminta sekedar yang dibutuhkan, namun kami memberi sesuai kesanggupan.”
Syu’aib, anak laki-laki Laits bin Sa’ad bercerita :
خرجت حاجا مع أبي، فقدم المدينة، فبعث إليه مالك بن أنس بطبق رطب, فجعل على الطبق ألف دينار، ورده إليه
“Aku pernah ikut berhaji bersama ayahku, lalu imam Malik mengirimkan satu nampan berisi kurma untuk ayahku. Lalu ia mengembalikan nampan itu kepada imam Malik dengan dipenuhi uang sebanyak 1000 dinar (3,9 milyar).”
Asyhab bin Abdul Aziz berkata :
كان الليث له كل يوم أربعة مجالس يجلس فيها: … ويجلس لحوائج الناس، لا يسأله أحد فيرده، كبرت حاجته أو صغرت
“Laits dalam sehari duduk di empat jenis majelis… (diantaranya) ia akan duduk untuk melayani orang yang membutuhkan. Tidak ada orang yang datang kepadanya lalu ia menolaknya, baik hajat itu besar maupun hajat kecil.”
3. Ketawadhu’annya
Syu’aib anak dari Laits bin Sa’ad bercerita : “Mana kala Khalifah Ja’far al Manshur bertemu ayahku saat megunjungi Baitul Maqdis, ia berkata : ‘Sungguh aku ta’jub dengan kecerdasan akal anda. Segala puji bagi Allah yang menghadirkan orang seperti anda dalam wilayah kekuasaanku.’ 
Beberapa saat kemudian (setelah khalifah pergi) ayahku berkata kepada kami :
لا تخبروا بهذا ما دمت حيا
“Jangan engkau ceritakan hal ini kepada siapapun selama aku masih hidup !”
4. Saat kewafatannya
Sang imam wafat pada tanggal 15 Sya’ban tahun 175 H. Dan saat pemakammnya dihadiri oleh manusia dalam jumlah yang sangat banyak.
 Khalid bin Abdussalam as Sadafi bercerita :
شهدت جنازة الليث بن سعد مع والده، فما رأيت جنازة قط أعظم منها، رأيت الناس كلهم عليهم الحزن، وهم يعزي بعضهم بعضاً ويبكون، فقلت: يا أبت! كأن كل واحد من الناس صاحب هذه الجنازة؟ فقال: يا بني! لا ترى مثله أبداً.
“Aku menyaksikan pemakaman jenazah Laits bin Sa’ad bersama ayahku. Dan aku belum pernah melihat ada pelayat yang sebanyak itu. Dan aku melihat semua manusia bersedih, saling menguatkan satu sama lain sambil menangis. Maka aku berkata : ‘Wahai ayahku, seakan-akan semua orang ini adalah keluarga dari jenazah ini.’
Ayahku pun menjawab : ‘Wahai anakku, engkau tidak akan pernah melihat yang seperti ini selama-lamanya.” Wallahu a’lam.
______
Sumber: Siyar A’lam Nubala (8/ 136- 163), Hilyatul Aulia (7/318-323)

Leave a Comment