Ketika Anak Lahir, Ini 8 Hal yang Harus Dilakukan Orang Tua

Fatwapedia.com – Hak-hak anak berlaku semenjak ia lahir ke dunia. Ada beberapa ketentuan hukum yang harus dilakukan orang tua saat anak telah. Berikut 8 hal yang harus dilakukan orang tua saat anak lahir.

Siapa yang akan membantu persalinan?

Sebaiknya perempuan yang ahli dalam masalah kebidananlah yang membantu saudaranya muslimah dalam proses persalinan ditemani oleh beberapa perempuan lain untuk membantunya. Menyerahkan urusan persalinan ini kepada mereka hukumnya wajib, kecuali dalam kondisi darurat tidak ada satu pun perempuan yang cakap dalam melakukannya. Dalam kondisi seperti itu, persalinan boleh dilakukan oleh dokter laki-laki yang muslim sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dipaparkan sebelum ini di bagian Hukum-Hukum Memandang.
Dianjurkan Menyampaikan Kabar Gembira Tentang Kelahiran Anak Dan Memberi Ucapan Selamat Kepada Orang Tuanya
Jika seorang anak telah dilahirkan selamat dengan ditandai jeritan kerasnya, maka dianjurkan kepada perempuan yang menyaksikan proses kelahiran tersebut atau siapa pun yang ada di dekat situ untuk menyampaikan kabar gembira itu kepada ayah si anak karena kabar itu membawa kegembiraan bagi seorang hamba.
Disunnahkan seorang muslim untuk berlomba-lomba menyenangkan saudaranya dan menyampaikan kabar yang menggembirakannya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman tentang kisah Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam,
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ
“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” [Surat ash-Shaffat:101]
Allah Subhanahu wata’ala juga berfirman,
إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
“Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim.”[Al Hijr: 53)]
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَىٰ
“Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya.” [Surat Maryam:7]
Jika seseorang luput memberikan kabar gembira kepada ayah si anak karena si ayah sudah tahu lebih dahulu berita kelahiran anaknya, maka dia disunnahkan memberi ucapan selamat kepada si ayah sebagai doa kebaikan untuknya.
Haruskah Mengumandangkan Azan di Telinga Kanan Anak yang Baru Dilahirkan dan Iqamat di Telinga Kirinya?
Ada sejumlah hadits berbicara tentang hal itu, akan tetapi sanadnya lemah. Di antara hadits-hadits itu adalah hadits Abu Rafi‘ dia berkata, “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan azan di telinga al-Hasan bin Ali ketika baru saja dilahirkan oleh Fathimah.” [Abu Daud (5105), at-Tirmidzi (1514), dan al-Hakim (III/179) dengan sanad yang dha‘if. Al-Albani menilainya hasan li ghairi di dalam al-Irwa’ (1173) lalu mengoreksinya menjadi dha‘if di dalam adh-Dha‘ifah (321)]
Hadits ini dha‘if maka tidak sepatutnya beramal berdasarkan hadits ini sampai datang dalil-dalil lain yang menguatkannya. Ibnu al-Qayyim telah mencantumkan hadits ini bersama dua hadits yang lain di dalam kitabnya, Tuhfah al-Maulud, halaman 101, tetapi kedua hadits itu juga dha‘if.

Anjuran Mentahnik Bayi

Tahnik adalah mengunyahkan kurma lalu memasukkan ke dalam mulut bayi dengan digosokkan ke langit-langitnya. Dari Abu Musa, dia berkata, “Ketika anak laki-lakiku lahir aku membawanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam lantas memberinya nama Ibrahim. Kemudian beliau menahniknya dengan sebiji kurma [dan mendoakannya agar mendapat berkah, setelah itu menyerahkannya kembali kepadaku.” Ibrahim adalah anak tertua Abu Musa.] [Al-Bukhari (5467) dan Muslim (2145)]

Anjuran Aqiqah

Kata aqiqah secara asal bahasa berarti rambut yang ada di kepala anak saat dilahirkan. Selanjutnya kambing yang disembelih untuk kelahiran anak dinamakan aqiqah karena saat penyembelihan kambing tadi, rambut tersebut dicukur.
Pendapat lain menyatakan bahwa justru aqiqah adalah penyembelihan itu sendiri.
Dianjurkan pada hari ketujuh kelahiran anak, ayah si anak menyembelih dua ekor kambing jika anak itu laki-laki –atau satu ekor kambing jika tidak mampu– dan satu ekor kambing jika anak itu perempuan.
Dari Salman bin ‘Amir adh-Dhabbi radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
 مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَماً وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى
“Pada kelahiran anak laki-laki ada hak aqiqah, maka alirkanlah darah (sembelihlah ternak) atas kelahirannya, dan hilangkan darinya gangguan (dengan memotong rambutnya).” [Shahih. Hadits Riwayat: al-Bukhari (5471), at-Tirmidzi (1515), dan an-Nasa’i (3164)]
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
 عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافَئَتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Dua ekor kambing yang sebaya untuk kelahiran anak laki-laki, dan satu ekor kambing untuk kelahiran anak perempuan.” [At-Tirmidzi (1513) dan Ahmad (VI/31). Al-Albani menilainya shahih di dalam al-Irwa’ (1166)]
Dari Samurah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ، وَيُسَمَّى فِيهِ، وَيُحْلَقُ رَأْسَهُ
“Setiap anak (laki-laki) tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelihkan untuknya pada hari ketujuh kelahirannya dan pada hari itu diberi nama dan dicukur rambutnya.” [Abu Daud (2837), at-Tirmidzi (1522), an-Nasa’i (VII/166), dan Ibnu Majah (3165). Hadits ini shahih]
Dianjurkan daging aqiqah itu sebagiannya dimakan sendiri bersama keluarga, dan sebagian lagi disajikan untuk tamu dan disedekahkan untuk fakir miskin.
Hewan ternak yang boleh disembelih untuk aqiqah adalah jenis ternak yang sama berlaku pada kurban, yaitu kambing atau domba yang bebas dari cacat dan penyakit lainnya

Mencukur Rambut Bayi dan Menyedekahkan Perak Senilai Berat Rambutnya

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mencukur rambut al-Hasan dan al-Husain pada hari ketujuh kelahiran mereka. Maka rambut keduanya dicukur dan disedekahkan perak senilai berat rambut itu.” [At-Tirmidzi (1519), al-Hakim (IV/237), dan al-Baihaqi (IX/304) –lafazh hadits ini riwayatnya–. Hadits ini shahih sebagaimana disebutkan di dalam al-Irwa’ (1164)]
Catatan Penting: Tidak boleh mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lain atau yang dikenal dengan istilah qaza‘. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang qaza‘.” [Al-Bukhari (5920) dan Muslim (113)]

Mengkhitan Bayi

Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan anjuran mengkhitan bayi pada hari ketujuh kelahirannya. Hanya saja, di dalam sanadnya terdapat rawi yang dha‘if, namun hadits-hadits tersebut bisa saling menguatkan satu sama lain. Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits
yang menyatakan “bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan aqiqah untuk kelahiran al-Hasan dan al-Husain lalu mengkhitan keduanya pada hari ketujuh kelahiran mereka”. [Ath-Thabarani di dalam ash-Shaghir (891) dan al-Baihaqi (VIII/324). Di dalam sanadnya ada rawi yang dha‘if]

Menamai Bayi

a. Ayah Dari Seorang Anak Adalah Yang Paling Berhak Memberinya Nama, Sedangkan Ibu Tidak Berhak Membantahnya Dalam Hal Itu.
Akan tetapi, jauh lebih baik jika mereka berdua bermusyawarah dan rela dengan nama yang diberikan. Jika mereka tetap bertengkar dalam masalah nama, maka hak memberi nama tetap menjadi milik ayah. Lihat Tasmiyah al-Maulud: Adab wa Ahkam karya al-‘Allamah Bakr Abu Zaid.
b. Memilih Nama.
Seorang ayah berkewajiban memilihkan nama yang bagus baik secara lafazh maupun maknanya menurut pandangan syariat dan bahasa Arab. Nama itu hendaknya indah, mudah diucapkan dan enak didengar, terkesan mulia dan terhormat, mengandung sifat yang sesuai, dan bebas dari hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan dalam syariat.
c. Nama-nama Yang Dianjurkan.
Nama-nama tersebut bertingkat-tingkat keutamaannya. Yang paling utama sesuai urutannya adalah sebagai berikut.
1. Abdullah dan Abdurrahman. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:
 أَحَبُّ الأَسْمَاءِ إِلَى اللهِ: عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
“Nama yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wata’ala adalah Abdullah dan Abdurrahman.” [Shahih. Hadits Riwayat: Muslim]
2. Nama-nama yang diawali dengan kata yang mengandung makna penghambaan (abdun) yang disandarkan kepada salah satu dari nama-nama Allah yang indah (al-asma’ al-husna). Contoh: Abdulaziz, Abdulkarim, Abdulmalik dan seterusnya.
3. Nama-nama para nabi dan rasul.
4. Nama-nama orang-orang saleh dari kaum muslimin, terutama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari al-Mughirah bin Syu‘bah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam “Bahwa mereka diberi nama dengan nama-nama para nabi dan orang-orang saleh dahulu” [Shahih. Hadits Riwayat: Muslim].
5. Nama-nama yang mengandung sifat yang sesuai dengan manusia dengan syarat-syarat berikut.
Berbahasa Arab. Dengan syarat ini, maka tidak termasuk nama-nama yang dianjurkan nama-nama ajam yang diarabkan seperti Diana, Heidi, Sherihan, dan lain-lain.
Hendaknya bagus susunan huruf maupun maknanya.
Hendaknya memperhatikan penggunaan huruf sesedikit mungkin.
Hendaknya memperhatikan faktor mudah dalam pengucapan.
d. Nama-nama yang diharamkan.
Semua nama yang diawali dengan kata yang mengandung makna penghambaan (abdun) yang disandarkan kepada selain Allah Subhanahu wata’ala. Misalnya: Abdurrasul, Abdulhasan, dan sebagainya.
Menggunakan nama-nama yang khusus digunakan untuk menamai Allah Subhanahu wata’ala. Misalnya: ar-Rahman, al-Khaliq, dan sebagainya.
Menggunakan nama-nama ajam yang diarabkan yang khusus dipakai oleh orang-orang kafir. Misalnya: George, Jorge, Diana, Susan dan sebagainya.
Menggunakan nama-nama berhala yang disembah selain Allah Subhanahu wata’ala. Misalnya: Latta, Uzza dan sebagainya.
Menggunakan nama-nama ajam, seperti Turki atau Persia, yang tidak ada padanannya dalam bahasa Arab. Misalnya: Nariman (Persia), Jihan (Turki), Nevin (Turki) dan sebagainya.
Semua nama yang mengandung suatu klaim yang tidak ada pada diri pemiliknya yang mengesankan kesucian diri dan mengandung kedustaan.
Menggunakan nama-nama setan. Misalnya: Khinzib, al-A‘war dan sebagainya.
e. Nama-nama yang dimakruhkan.
1. Nama-nama yang jiwa cenderung tidak disukai baik arti maupun lafazhnya karena mengandung unsur penghinaan atau pelecehan bagi pemiliknya dan berpengaruh buruk bagi mereka, dan terutama lagi karena menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyuruh memperbagus nama.
Di antara nama-nama itu misalnya: Khanjar (pisau belati), Fadhih (yang keji), Huyam dan Suham (nama penyakit pada unta), dan sebagainya.
2. Menggunakan nama-nama yang mengundang syahwat. Misalnya: Ahlam (lamunan), Ghadat (yang genit), Fatin (pembuat fitnah), dan sebagainya.
3. Sengaja menggunakan nama orang-orang fasik yang tidak bermoral dan tidak waras dari kalangan artis dan penyanyi.
4. Menggunakan nama-nama yang mengandung arti dosa dan kemaksiatan. Misalnya: Zhalim bin Sarraq (orang yang zalim anak pencuri).
 
5. Nama para diktator dan penguasa yang zalim. Misalnya: Firaun, Haman, Qarun, dan sebagainya.
6. Menggunakan nama-nama hewan yang dikenal memiliki sifat menjijikkan. Misalnya: Hanasy (ular), Kalb (anjing), Qunfudz (landak), dan sebagainya.
7. Nama-nama yang disandarkan pada kata ad-din dan al-Islam. Misalnya: Nuruddin, Syihabuddin, Saiful Islam.
8. Nama-nama yang tersusun dari dua kata (murakkab) karena dapat mengesankan kerancuan dan kesamaran. Misalnya: Muhammad Ahmad, dan sebagainya.
9. Menggunakan nama-nama malaikat. Misalnya: Jibril, Mikail, dan sebagainya.

Leave a Comment