Ini Maksud Kalimat: Tidak Ada Paksaan Dalam Agama

Ini Maksud Tidak Ada Paksaan Dalam Agama

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara 
Fatwapedia.com – Ada beberapa Ayat Al-Qur’an yang sering dipelintir oleh kalangan pendukung pluralisme agama untuk mendukung pemahaman mereka. Salah satunya adalah firman Allah dalam Surah Al-Baqarah Ayat 256:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu siapa saja yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, sesungguhnya ia telah berpegang kepada ikatan tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 256)
Menurut mereka, ayat ini, terutama ungkapan “laa ikraaha fid diin” merupakan bukti, Al-Qur’an sendiri menjamin kebebasan beragama bagi setiap individu. Al-Qur’an melarang untuk melakukan paksaan (ikraah) dalam memeluk dan memilih agama. Bahkan, lebih jauh, mereka juga menyatakan bahwa ayat ini merupakan salah satu dasar dibolehkannya seorang muslim meninggalkan agamanya alias murtad atau mengikuti ajaran yang menyimpang.
Benarkah yang mereka sampaikan ini?
Ayat ini memang berisi larangan memaksa seseorang untuk masuk Islam, namun bukan karena konsep kebebasan beragama ala Barat. Ayat ini, sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaili rahimahullah dalam Tafsirnya, berisi larangan memaksa seseorang untuk masuk Islam, karena kebenaran Islam sudah sangat jelas dengan hujjah dan bukti yang terang, sehingga tak perlu dan tak layak dipaksakan.
Petunjuk, jalan kebenaran dan jalan keselamatan telah jelas, yaitu Islam, dan jalan yang menyimpang, batil dan sesat pun telah jelas, yaitu kekufuran. Maka setelah jelas hal ini, yang mau meraih jalan keselamatan tersebut, silakan. Yang mau celaka pun, silakan.
Artinya, ungkapan “tidak ada paksaan dalam agama” ini, bukan dilandasi oleh konsep kebebasan beragama, seseorang boleh masuk dan keluar dari Islam sekehendak hatinya, karena semua agama sama saja. Ia malah dilandasi oleh keyakinan, bahwa jalan yang lurus dan membawa pada keselamatan dunia dan akhirat itu sudah sangat jelas, sehingga dengan menjelaskan dan menunjukkan itu saja kepada orang yang berakal, tentu mereka yang menggunakan akalnya akan menerima kebenaran Islam, tanpa perlu dipaksa.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, “Siapa saja yang Allah berikan petunjuk kepada Islam, dan lapangkan dadanya serta sinari bashirahnya, maka orang ini akan masuk Islam berdasarkan bayyinah (bukti/dalil yang jelas). Dan siapa saja yang Allah butakan hatinya, dan Allah tutup pendengaran dan penglihatannya, maka tidak ada manfaatnya masuknya ia ke Islam secara terpaksa.”
Hal ini dipertegas lagi dengan ungkapan, “Siapa saja yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, sesungguhnya ia telah berpegang kepada ikatan tali yang sangat kuat yang tidak akan putus”. Imam Ibnu Katsir menyatakan makna dari ayat ini adalah, siapa saja yang meninggalkan semua sesembahan selain Allah, dan mentauhidkan Allah dalam ibadah, dan bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah, maka ia telah berdiri kokoh di jalan yang lurus dan terbaik, yakni iman dan Islam.
Ini semakin menunjukkan, bahwa ayat ini malah menegaskan satu-satunya ajaran hidup, satu-satunya diin yang benar adalah Islam. Dan yang berpegang teguh pada Islam, ia telah berdiri kokoh di jalan yang lurus dan selamat. Sebaliknya, yang memilih kekufuran, berarti ia telah tersesat sejauh-jauhnya. Kebenaran Islam ini sudah sangat jelas, dalil dan buktinya begitu terang-benderang, sehingga orang-orang yang memang ingin mencari kebenaran dan menggunakan akalnya, dengan hidayah dari Allah ta’ala, ia akan menemukan kebenaran Islam, tanpa ada paksaan sedikit pun.
Jika tak boleh memaksa orang kafir memeluk Islam, apakah juga tak boleh melarang orang Islam menjadi kafir atau keluar dari Islam? Orang yang seperti ini, dalam literatur fiqih Islam disebut dengan istilah murtad. Orang yang murtad, menurut para ulama, sebagaimana disebutkan misalnya dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, hukumannya adalah dibunuh setelah melalui proses peradilan Syariah. Sebelum dihukum bunuh, ia diminta bertaubat dulu dan kembali masuk Islam. Jika ia bertaubat dan kembali masuk Islam, darahnya terjaga, dan tidak ada hukuman untuknya. Jika ia tak mau bertaubat setelah diberi kesempatan, ia dijatuhi hukuman bunuh.
Mengapa hukuman bagi pelaku murtad sangat berat? Jawabannya adalah, Islam sangat memperhatikan hal-hal yang sangat asasi bagi kehidupan dan kebahagiaan manusia, di dunia dan akhirat. Salah satu hal yang sangat penting tersebut adalah menjaga keberlangsungan diin Islam dan aqidah Islam di tengah-tengah manusia. Penjagaan terhadap aqidah ini sangat penting, sehingga banyak hal disyariatkan untuk mewujudkan penjagaan ini. Salah satunya adalah pemberian sanksi yang sangat berat bagi orang-orang yang meninggalkan diin Islam, setelah ia masuk ke dalamnya dan berkomitmen untuk terikat dengan keyakinan dan Syariatnya.
Pemberian sanksi ini ditujukan agar tak ada orang yang berani main-main dan pura-pura masuk Islam, untuk kemudian keluar lagi dari Islam. Juga untuk menjaga aqidah masyarakat, karena jika orang-orang dibiarkan keluar dari diin Islam tanpa sanksi, maka orang-orang yang lemah atau rusak imannya, akan mendapatkan angin segar untuk keluar dari Islam, dan jika terus dibiarkan rusaklah masyarakat Islam.
Penjelasan tentang hikmah disyariatkannya hukuman bagi orang yang murtad ini, juga hikmah hukuman-hukuman lain yang ditetapkan dalam Islam, bisa dibaca di kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu karya Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dan kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i, karya Syaikh Mushthafa Al-Khin, Syaikh Mushthafa Al-Bugha, dan Syaikh ‘Ali Asy-Syarbaji.
================
Kami memberikan kesempatan kepada siapa saja yang mau beramal shalih, yaitu dengan menginfaqkan sebagian hartanya di jalan Allah, untuk operasional kegiatan Ma’had Al-Mubarak Banjarmasin agar kami terus bisa berkhidmat kepada kaum muslimin dengan ilmu.
Donasi bisa disalurkan ke nomor rekening: Bank Syariah Indonesia no. rek. *710.002.0135*  atau no *670.000.7767* a.n. Yayasan Al-Mubarak Banjarmasin
Silahkan konfirmasi transfer ke nomor WA: 0888-466-1216 (Rahmi Hidayat).
Jazaakumullahu khayran

Leave a Comment