Biografi Singkat Ulama-ulama Madzhab Syafi'i yang Termasyhur

Biografi Singkat Ulama-ulama Madzhab Syafi'i yang Termasyhur

Fatwapedia.com – Madzhab Syafi’i merupakan madzhab yang memiliki pengikut dari kalangan ulama yang ternama, penyebaran yang luas madzhab Syafi’i tidak lepas dari usaha para pengikutnya untuk menyebarkan dan mengajarkan madzhab yang di kenal dengan pendapat-pendapatnya yang moderat, serta landasan hujjah yang jelas, berikut adalah beberapa biografi singkat ulama-ulama ternama dan terkemuka pengikut madzhab Syafi’i rahmatullah alayhim.

1. Imam al-Haramayn al-Juwayni (419 H – 478 H)

Imam al-Haramayn Abū Ma’ali Abd al-Mālik bin Abdullah bin Yūsuf al-Juwayni, seorang ulama Akidah, dan ulama madzhab Syafi’i terkemuka pada zamannya, beliau berasal dari daerah Juwayn (pada hari ini dikenal dengan Afghanistan), dilahirkan pada tahun 419 Hijriyyah. Beliau dibimbing di bawah pengasuhan ayahnya yang merupakan seorang ulama, setelah ayahnya wafat, beliau membaca seluruh kitab di perpustakaan ayahnya, dan menggantikan ayahnya menjadi seorang guru di Nishapur, kemudian beliau terpaksa berhijrah ke Baghdad, karena terjadi konflik antara pengikuti Asy’ariyyah, Mu’tazilah, dan Syi’ah di Nishapur. Setelah beliau bertemu dengan para ulama terkemuka di Baghdad, beliau melanjutkan perjalanan menuju kota suci Makkah, beliau tinggal di kota suci tersebut selama empat tahun. Setelah itu, beliau pindah ke Madinah al-Munawwarah untuk mengajar dan memberi Fatwa disana, serta memperoleh gelar sebagai imam al-Haramayn (Imam dua kota suci) Makkah dan Madinah.

Beliau kembali lagi ke Persia, di mana penguasa Nizham al-Mulk, membuat Universitas Nizhamiyyah pertama, untuk imam Abū Ishaq asy-Syīrāzi yang mengajar disana, dan membuatkan juga untuk imam al-Haramayn di Baghdad. Pada tempat inilah beliau bersungguh-sungguh, dan menyelesaikan karyanya yang terdiri dari lima belas juz, yaitu “Nihāyat al-Mathlab fi Dirāyat al-Madzhab” yang dimana belum ada seorang pun yang membuat karya monumental dalam ilmu Fiqh seperti kitab tersebut, beliau juga mengarang kitab tentang Akidah, madzhab teologi Asy’ariyyah, Ushul Fiqh, dan Fiqh madzhab Syafi’i. Diantara warisannya yang luar biasa untuk Islam, dan Kaum Muslimin adalah muridnya yaitu, imam al-Gazāli, yang bahkan diketahui telah menandingi kapasitas keilmuan imam al-Haramayn sendiri. Imam al-Haramayn wafat pada tahun 478 Hijriyyah. Semoga Allah merahmati beliau.

2. Imam Abū Ishaq asy-Syīrāzi (393 H – 476 H)

Al-Imam Abū Ishaq, Ibrāhīm bin Ali bin Yūsuf asy-Syīrāzi al-Fayruzābādi adalah seorang ahli Fiqh Syafi’i, Alim, dan Mujaddil. Dilahirkan di daerah Fayruzābād, Persia, pada tahun 393 Hijriyyah, beliau belajar di Syiraz dan Bashra, sebelum beliau hijrah ke Baghdad, dimana nampak kejeniusannya sebagai seorang ulama madzhab Syafi’i, seorang Mufti untuk kaum Muslimin pada masanya, seorang Syaikh di Universitas Nizhamiyyah, dimana di buatkan oleh Nizham al-Mulk untuk mengakomodasi murid-murid imam asy-Syīrāzi.

Imam asy-Syirazi telah melaksanakan perjalanan menuntut ilmunya selama tiga puluh tujuh tahun hingga beliau tiba di Qumh, beliau telah menjadi ahli dalam bidang ilmu Fiqh, ilmu Ushul, ilmu Khilaf, ilmu Jadl (debat), dan ilmu Munazhirat (Penelitian). Hingga beliau menjadi seorang Syaikh madzhab Syafi’i yang terkemuka pada kurun kelima Hijriyyah. Diambil darinya fatwa oleh yang datang dari daerah yang dekat maupun yang jauh, datang kepadanya para penuntut ilmu yang ternama yang sangat dalam ilmunya, mereka meminum dari aliran ilmunya, hingga menjadi banyak murid-muridnya, dan mereka menyampaikan ilmu yang di perolehnya.

Beliau mampu memecahkan masalah-masalah yang urgen dalam diskusi, dan beliau memiliki banyak karya, diantara karya yang paling fenomenal adalah kitab “al-Muhadzdzab fii Fiqh al-Imām asy-Syāfi’i” yang mana beliau memerlukan waktu selama empat belas tahun untuk menyelesaikannya, serta telah di syarah oleh imam an-Nawawi, yaitu dalam kitab al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab. Beliau wafat pada tahun 476 di Baghdad. Semoga Allah merahmati beliau.

3. Hujjah al-Islām Abu Hamid Imam al-Gazāli (450 H – 505 H)

Hujjah al-Islām Abū Hāmid Muḥammad bin Muḥammad bin Muḥammad al-Gazāli at-Tūsi adalah seorang imam Fiqh Syafi’i, dan Sufi, beliau dilahirkan di Tabiran, daerah yang berdekatan Tūs (hari ini dikenal dengan daerah Masyahad, Iran), Persia pada tahun 450 Hijriyyah. Beliau adalah seorang Imam pada zamannya, beliau dikenal dengan asy-Syafi’i ats-Tsani atau Syafi’i yang kedua karena keahliannya dalam ilmu Fiqh. Beliau adalah seorang ulama yang luar biasa yang merupakan orang pertama yang mempelajari ilmu Fiqh di Tūs, kemudian beliau melakukan hijrah ke berbagai daerah seperti Baghdad, Damaskus, Yerusalem, Kairo, Alexandria (Iskandariyyah), Makkah, dan Madinah, untuk mengambil ilmu Fiqh kepada para ahlinya, diantara gurunya yang masyhur adalah Imam al-Ḥaramayn, beliau belajar kepada Imam al-Ḥaramayn hingga gurunya wafat, beliau telah menguasai ilmu Fiqh Syafi’i, Manthiq, Akidah, Jadl, dan Filsafat. Ketika Imam al-Haramayn wafat, Imam al-Gazāli mendebat para imam dan ulama Baghdad di hadapan Nizham al-Mulk yang membuatnya takjub dan kagum, dan menempatkan Imam al-Gazāli untuk mengajar di Universitas Nizhamiyyah di Baghdad, ketika nama besarnya mulai tersebar keberbagai daerah, para ulama mulai berdatangan untuk belajar kepadanya.

Kesuksesan dunianya merupakan berkah yang banyak, dan dalam pertengahan karirnya, setelah melakukan perenungan, beliau di landa rasa takut yang besar terhadap jiwanya, dan takdirnya di hari akhir, beliau kemudian mengundurkan diri dari jabatannya, dan berhijrah untuk pertama kalinya ke Yerusalem, dan kemudian ke Damaskus untuk mensucikan jiwanya melalui jalan bertasawwuf. Di Damaskus, beliau hidup dalam pengasingan dan berkhalwat selama sepuluh tahun, dengan bermujahadah, dan mengingat Allah, yang pada akhirnya beliau berhasil menghasilkan karyanya yang Fenomenal, yaitu “The Magnum Opus” Ihyā’ Ulūm ad-Dīn, karya tersebut menunjukan begitu dalamnya kepribadian Imam al-Gazāli yang direalisasikan dalam karyanya, dan menjawab ribuan pertanyaan yang berhubungan dengan alam spritual, dan tidak ada orang sebelumnya yang mendiskusikan atau menyelesaikannya, hal tersebut menunjukan betapa luasnya keilmuan Imam al-Gazāli, dalamnya pemahaman, serta besarnya apresiasi dan kontribusi terhadap perbaikkan kondisi kejiwaan manusia, namun sebagian ulama menyebut imam al-Gazāli terlalu berlebih-lebihan dalam karyanya. Beliau juga menulis hampir dua ratus karya dalam bidang pemerintahan, tata negara, Fiqh, kerancuan Filsafat, Akidah, Tasawwuf, Tafsir, Kalam, dan Ushul Fiqh. Beliau wafat pada tahun 505 Hijriyyah di Tabiran. Semoga Allah merahmati beliau.

4. Imam Abu al-Qasim ar-Rāfi’i (557 H – 623 H)

Abū al-Qāsim Abd al-Karīm bin Muhammad ar-Rāfi’i dari Qazvin, Persia, dilahirkan pada tahun 557 Hijriyyah beliau adalah Imam Ahli Fiqh dan Tafsir pada zamannya. Beliau mewakili, bersama dengan Imam an-Nawawi, menghidupkan kembali kaidah-kaidah yang menjadi rujukan madzhab Syafi’i. Karya utama beliau adalah syarah atas karya Imam al-Gazāli yaitu, al-Wajīz yang di beri judul Fath al-Azīz fi Syarh al-Wajīz yang kemudian dilengkapi oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Minhāj ath-Thālibīn. Imam Tāj ad-Dīn as-Subki menulis dalam biografi karyanya; “Imam ar-Rāfi’i telah mencapai tingkatan tertinggi dalam ilmu Fiqh, Tafsir, Hadits, dan Ushul Fiqh, melampaui pendahulunya dalam pengambilan dalil(Istidlāl), penggalian(Istinbāth), panduan, dan menghasilkan karya. Jika ilmu Fiqh telah padam, maka beliaulah yang menghidupkan, dan menyebarkannya, mengangkat fondasinya dimana para orang jahil telah mematikannya, dan menguburnya.”

Beliau memiliki karya dalam bidang ilmu Fiqh, dan Sejarah, serta mengajarkan ilmu Tafsir, dan Hadits di Qazvin, dimana diantara muridnya merupakan seorang ahli Hadits yang bernama Imam al-Mundzīri. Imam ar-Rāfi’i dikenal sebagai seorang yang berhati bersih, dan Zuhud yang mengikuti jalan Spiritual, Imam an-Nawawi mengatakan; “beliau telah berdiri kokoh diatas kebenaran, serta memiliki banyak karamah yang diberikan kepadanya.”. Beliau wafat pada tahun 623 Hijriyyah di Qazvin. Semoga Allah merahmati beliau.

5. Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi (631 H – 676 H)

Syaikh al-Islām Imam Muhy ad-Dīn Abū Zakariyya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, lahir di desa Nawa lembah Huran, Selatan Syiria pada tahun 631 Hijriyyah. Beliau merupakan Imam madzhab Syafi’i, Ulama dalam ilmu pada zamannya, seorang yang Shalih, Zuhud, Hafizh(Ahli Hadits), Ahli Biografi, Ahli Bahasa, dan Sufi.

Ketika beliau datang ke Damaskus pada tahun 649 Hijriyyah, beliau telah menghafal kitab Imam Abū Ishaq asy-Syīrāzi, yaitu at-Tanbīh dan seperempat kitab al-Muhadzdzab dalam waktu empat setengah bulan, yaitu setelah beliau menemani ayahnya untuk pergi Haji, kemudian pergi ke Madinah, dan kembali ke Damaskus, dimana beliau dengan tekun dan meyakinkan dirinya untuk menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Beliau mengambil Fiqh Syafi’i, Hadits, Akidah, Ushul Fiqh, bahasa Arab, dan disiplin keilmuan lainnya kepada dua puluh dua orang Ulama pada zamannya, termasuk Abū Ibrāhīm Ishaq al-Magrībi, Abd ar-Rahman bin Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali, dan lainnya, dimana setiap hidupnya beliau gunakan untuk belajar, dan beribadah, sebagaimana dikatakan Imam adz-Dzahabi; ”Dedikasi Imam Nawawi untuk belajar malam, dan siang, merupakan identitas yang dikenal atas dirinya”. Menggunakan waktunya untuk beribadah ataupun belajar, beliau mengambil dua belas mata pelajaran setiap harinya, beliau hanya tidur sebentar pada malam hari ketika kantuk menghampirinya, dan melatih dirinya atas pelajaran yang beliau pelajari melalui hafalan pada saat berjalan sepanjang jalan. Beliau sangat kritis dalam hal yang detail, serta memiliki pemahaman yang mendalam tentang ilmu yang beliau kuasai.

Beliau banyak memiliki karya dalam bidang Fiqh Syafi’i, Hadits, Sejarah, dan Pendapat tentang Hukum(Fatawa), diantara karyamya yang terkenal adalah Minhāj ath-Thālibīn, yang di mana telah menjadi referensi utama madzhab Syafi’i, Riyādh ash-Shālihīn,dan al-Adzkār dalam bidang Hadits, dan delapan belas juz Syarh Shahih Muslim.

Beliau hidup sederhana, dimana seluruh pakaiannya hanya terdiri dari surban, dan baju lengan pendek dengan satu kancing pada kerahnya. Setelah beliau tinggal di Damaskus selama dua puluh tujuh tahun, beliau mengembalikan kitab yang dipinjam olehnya, menyampaikan salam perpisahan untuk teman-temannya, berziarah ke kuburan para Syaikhnya yang telah wafat, dan berpulang, pergi pertama kalinya ke Yerusalem, kemudian kembali ke kampung halamannya di Nawa, dimana beliau jatuh sakit ketika berada di rumah ayahnya, dan meninggal dalam umur empat puluh empat tahun pada tahun 676 Hijriyyah. Umur yang singkat, tetapi memberikan manfaat yang besar untuk Islam dan kaum Muslimin. Semoga Allah merahmati beliau.

6. Syaikh al-Islām Ibnu Hajar Al-Asqalāni (773 H – 852 H)

Beliau adalah al-Imam al-Hafizh Syihab ad-Din Abu Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Ahmad, yang masyhur dikenal dengan Syaikh al-Islām Ibnu Hajar al-Asqalani, dilahirkan di Asqalan, pada tahun 773 Hijriyyah. Beliau telah menghafal al-Qur’an ketika umurnya masih sembilan tahun, kemudian menghafal alfiyyah al-Hadits karya al-Hafizh Zayn ad-Din al-Iraqi, dan Mukhtashar Ibn al-Hajib dalam ilmu Ushul, beliau belajar kepada al-Balqayni, al-Birmawi, dan Ibnu al-Mulaqqan, beliau mengambil juga dari al-Izz bin Jama’ah.

Kemudian beliau lebih mengkonsentrasikan diri untuk belajar ilmu Hadits, beliau senantiasa mengiringi Zayn ad-Din al-Iraqi, dan mengambil darinya ilmu hadits, tentang matannya, sanadnya, illalnya, dan Mushthalahnya, kemudian melakukan perjalanan ke Syam, Hijaz, dan Yaman. Kemudian mendengar hadits al-Aliy dan Nazil, kemudian menggabungkannya kedalam ilmu hadits, yang belum ada yang melakukannya selain beliau. Beliau telah mengarang kitab yang sangat banyak, yang telah menjadi rujukan para ulama, dan penulis pada zamannya hingga hari ini.

Beliau memiliki banyak karya, yang paling masyhur dalam bidang hadits diantaranya, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, dan Bulugh al-Maram, adapun kitab tentang biografi adalah al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, Tahdzib at-Tahdzib, dan Lisan al-Mizan.

Beliau wafat pada tahun 852 Hijriyyah di Kairo, Mesir. Semoga Allah merahmati beliau.

7. Syaikh al-Islām Zakariyya al-Anshāri (823 H – 926 H)

Syaikh al-Islām Abū Yahyā Zakariyya bin Muhammad bin Ahmad al-Anshāri, dilahirkan di Sanika, Mesir, pada tahun 823 Hijriyyah, dikenal sebagai Syaikh dari para Syaikh(Syaikh Masyayikh). Beliau merupakan ulama madzhab Syafi’i yang terkemuka pada zamannya, seorang Hafizh(ahli Hadits), Hakim, dan Mufassir(Ahli Tafsir). Beliau belajar di Kairo dengan penghidupan yang sangat miskin, dimana beliau pada malam hari pergi meninggalkan masjid untuk mencari kulit buah semangka yang beliau bersihkan serta memakannya.

Ketika keilmuannya membuatnya terangkat dan terkenal, beliau banyak memperoleh hadiah selain hasil dari pekerjaan beliau dalam bidang kehakiman, yang pendapatnya mencapai tiga ribu dirham per hari, yang beliau gunakan untuk membeli kitab, mengajar, dan memberikan bantuan finansial kepada pada murid-muridnya. Ketika Sultan Qutuybay al-Jarkasi mengangkat beliau sebagai kepala bidang kehakiman di Kairo, beliau menerima tawaran tersebut dengan berat ketika berulang-ulang ditawarkan kepada beliau, kemudian ketika Sultan tersebut melakukan perbuatan jelek, beliau mengirimkan surat untuk menegur sang Sultan, maka Sultan tersebut mencabutnya dari jabatannya, dan beliau kembali mengajar murid-muridnya. Beliau mempunyai banyak karya dalam bidang hukum Islam, Ulum al-Qur’an, dan Hadits, Logika, Bahasa Arab, Ushul Fiqh, dan Tasawwuf, serta beliau merupakan guru dari Imam Ibnu Hajar al-Haytami. Beliau wafat pada tahun 926 Hijriyyah pada umur seratus tiga tahun. Semoga Allah merahmati beliau.

8. Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849 H – 911 H)

Abū Fadhl Jalāl ad-Dīn as-Suyuthi, dilahirkan di Mesir pada minggu malam Rajab setelah waktu maghrib tahun 849 Hijriyyah. Imam as-Suyuthi dilahirkan sebagai anak yatim, bapaknya wafat ketika umurnya masih lima tahun tujuh bulan namun Allah memberikan karunia-Nya kepadanya berupa keluasan ilmu yang dimilikinya, beliau telah menghafal al-Qur’an ketika umurnya delapan tahun, beliau adalah seorang ahli Tafsir, ahli Hadits(al-Hafizh), ahli Fiqh, dan Sufi.

Beliau berguru kepada para ulama besar(kibār Ulama’) di zamannya, dalam suatu riwayat jumlah gurunya mencapai enam ratus syaikh, adapun yang  masyhur di antaranya adalah Kamāl ad-Dīn bin Hammām al-Hanafi, dan Syaikh al-Islam Ibn Hajar al-Asqalāni. Guru Imam as-Suyuthi tidak hanya berasal dari kalangan lelaki, beliau juga berguru kepada para Alimah Faqihah Wanita, seperti Ummu Mihnā al-Mishriyyah, Aisyah binti Abd al-Hādi, dan Zaynab binti al-Hāfizh al-Irāqiy. Karena keseriusan beliau dalam menuntut ilmu, beliau menjadi seorang ulama dengan memiliki kapasitas keilmuan yang  multi disipliner, sebagai seorang al-Hāfizh, Imam besar, dan Ahli Fiqh Syafi’i pada masanya, salah satu karya yang fenomenal adalah karya dalam bidang Tafsir, yaitu kitab Tafsīr al-Jalālayn, yang ditulis bersama imam Jalaluddin al-Mahalli.

Ketika umur beliau memasuki empat puluh tahun, beliau mengkonsentrasikan diri untuk beribadah, dan mempergunakan seluruh waktunya hanya untuk Allah, menjauhi kehidupan dunia berserta ahlinya seolah beliau tidak mengenal mereka. Pada akhir hidupnya beliau di timpa penyakit yang berat, yaitu pembengkakkan di lengan kiri beliau, karena sebab penyakit tersebut beliau wafat. Beliau wafat pada malam Jum’at tanggal delapan belas Jamād al-Ula tahun 911 Hijriyyah. Semoga Allah merahmati beliau.

9. Imam Ibnu Hajar al-Haytami (909 H – 974 H)

Syihāb ad-Dīn Abū al-Abbās Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haytami al-Makki, lahir pada tahun 909 Hijriyyah di daerah Abū Haytām, bagian barat kota Mesir. Beliau merupakan Imam besar dari madzhab Syafi’i pada zamannya, seorang ulama yang luar biasa dalam penerapan Syari’at Islam, dan bersama dengan Imam ar-Ramli, beliau memberikan sumber yang paling mutakhir dalam pemberian Fatwa atas seluruh madzhab Syafi’i terdahulu. Beliau dahulunya belajar di Universitas al-Azhar, kemudian berpindah ke Makkah dimana beliau banyak membuat karya yang berkenaan Fiqh madzhab Syafi’i, Hadits, Akidah, Pengajaran(Tarbawi), Syarah, dan Ushul Fiqh. Diantara karya beliau terbesar adalah sebuah kitab Fiqh Tuhfah al-Muhtāj ala Syarh Minhāj, kitab Syarah atas kitab Minhāj ath-Thālibīn karya Imam an-Nawawi yang terdiri dari delapan jilid dengan penjabaran yang mumpuni atas fiqh madzhab Syafi’i, empat jilid kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, dan az-Zawājir an Iqtirāf al-Kabā’ir dengan penjelasan yang detail dan kompleks berdasarkan al-Qur’an, dan Hadits, serta istinbāth hukum yang jelas, ditambah penjelasan tentang taqwa, yang bahkan kitab tersebut di akui oleh seorang Imam Madzhab Hanafi pada zamannya, yaitu Imam Ibn Abidīn.

Selama hidup menjadi seorang Ilmuan besar, beliau wafat, dan dikuburkan di Makkah pada tahun 974 Hijriyyah. Semoga Allah merahmati beliau.

Compiled and Translated by: Nur Shadiq Sandimula.

Referensi Biografi:

  • Matan Safīnah an-Najā’, Abdullah Muhammad al-Marbuqi.
  • Siyār A’lam wa an-Nubala’, Syamsuddin Adz-Dzahabi.
  • Mu’jam asy-Syuyūkh, Syamsuddin adz-Dzahabi.
  • Minhah al-Bari (Tuhfah al-Bari), Syaikh al-Islām Zakariyya al-Anshari.
  • Tadrib ar-Rawi fi Syarah Taqrib an-Nawawi, Jalaluddin as-Suyuthi.
  • Fiqh al-Haramayn, Dr. Abd al-Azhim ad-Dayb.
  • Al-Luma’ fi Ushul Fiqh, Abu Ishaq asy-Syirazi.
  • Fath al-Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani.

Leave a Comment