Biografi Dr. Muhammad Hamidullah, Ulama Kontemporer Benua India

Biografi Dr. Muhammad Hamidullah, Ulama Kontemporer Benua India

Fatwapedia.com – Dr. Muhammad Hamidullah Lc. BA, LLB, MA, D.Phil, D.Litt merupakan salah satu ulama besar kontemporer yang berasal dari anak benua India tepatnya di Hyderabad yang menghabiskan hidupnya untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya hingga ke negeri-negeri Barat. 

Dilahirkan dari keluarga penuh ilmu dan agamis pada tanggal 19 Pebruari tahun 1908 yang silsilahnya masih merupakan cabang dari suku Quraysh yang dikenal dengan al-Nawaith, Muhammad Hamidullah kecil yang diasuh oleh ibunya yang shalihah nan mulia senantiasa diceritakan tentang kisah para Nabi dan Sirah Nabawiyyah serta dibawa untuk hadir pengkajian kitab. 

Ayahnya yang bernama Abu Muhammad Khalilullah (wafat 1363 H) merupakan seorang ulama sekaligus pendidik khususnya mengenai pendidikan anak dengan menulis kitab Tuhfah al-Athfal. Demikian pula kakak laki-laki kandungnya al-Syaikh Habibullah (wafat 1397 H) merupakan seorang ulama memiliki kepakaran dalam bidang tafsir dengan menulis al-Tafsir al-Habibi. Beliau juga memiliki kakak perempuan yang bernama al-Sayyidah Amatul Aziz (wafat 1366 H) yang merupakan seorang Alimah yang memberikan perhatian khusus dalam ilmu bahasa, beliau menerjemahkan kitabnya al-Imam al-Nawawi yang berjudul al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj ke bahasa Urdu dengan judul Hidayah al-Nazhirin. Muhammad Hamidullah yang tumbuh dalam suasana keilmuan yang kondusif serta agamis membuatnya menjadi sosok yang mencintai ilmu dan agamanya.

Pada tahun 1913 beliau mulai menempuh pendidikan tingkat Ibtida’iyyah di Madrasah Dar al-Ulum al-Syarqiyyah yang merupakan bawahan dari Universitas Punjab sebelum berdirinya Universitas Utsmaniyyah. Beliau menyelesaikan pendidikannya dasarnya pada tahun 1919. Kurikulum di Dar al-Ulum menggunakan Manhaj Nizhami, yaitu kurikulum yang digagas oleh al-Allamah al-Syaikh Nizham al-Din al-Anshari al-Farangi al-Mahalli (wafat 1161 H). Menariknya kurikulum ini mengutamakan mengajar ilmu Filsafat, Manthiq, Ushul al-Fiqh, dan Ilm al-Kalam, serta memberikan perhatian khusus pada Hadith Nabi dan ilmu-ilmunya beserta perbandingan Madhhab dengan mengunggulkan madhhab Hanafi. Disamping itu kemudian dipelajari juga ilmu-ilmu kontemporer sebagai pendukung seperti ilmu Fisika, Kimia, ilmu Ukur, Matematika, Sejarah, Geografi, dan juga bahasa Inggris. 

Melihat kecerdasan Muhammad Hamidullah muda, salah seorang gurunya menyarankannya untuk melanjutkan studi ke al-Madrasah al-Nizhamiyyah, yakni salah satu diantara madrasah agung di anak benua India seperti Dar al-Ulum al-Islamiyyah di Deoband,  Dar al-Ulum Nadwah al-Ulama di Lucknow, dan al-Jami’ah al-Salafiyyah di Banaris dan selainnya.

Madrasah Nizhamiyyah didirikan oleh seorang ulama besar yang bernama al-Syaikh Muhammad Anwarullah al-Umari (wafat 1336 H) pada tahun 1292/1874. Madrasah ini mengajarkan ilmu-ilmu Syari’at seperti Tafsir, Hadith, Fiqh, Ushul al-Fiqh, Aqidah, Ilm al-Kalam, Manthiq, Filsafat, Sejarah, Sirah, Bahasa Arab dan Sastranya, mendakwahkan untuk berpegang kepada Syari’at Islam, mengikuti Sunnah Nabi dan menghidupkannya. 

Al-Syaikh Muhammad Hamidullah masuk di madrasah ini pada tahun 1919 dan lulus pada tahun 1923 dengan memperoleh syahadah license (Lc) dalam Ilmu-ilmu Syari’at. 

Diantara gurunya yang lain di madrasah ini adalah al-Syaikh al-Mufti Makhdum Bek, al-Syaikh al-Mufti Sayyid Mahmud, al-Syaikh Ibrahim Ridhawi, al-Syaikh Ghulam Muhammad, al-Syaikh al-Mufti Rahim al-Din. Ulama besar yang lahir dari madrasah ini dan kemudian menjadi guru yang paling berpengaruh kepada al-Syaikh Muhammad Hamidullah adalah al-Imam al-Faqih al-Ushuli al-Muhaddith al-Syaikh Abu al-Wafa’ al-Afghani rahimahullah ta’ala yang biografinya juga diceritakan secara menarik oleh al-Syaikh al-Muhaddith Abd al-Fattah Abu Ghuddah dalam al-Ulama al-Uzzab.

Setelah lulus dari Madrasah Nizhamiyyah beliau menempuh pendidikan tingkat Universitas dengan masuk ke Universitas Ustmaniyyah (Osmania University) yang didirikan pada tahun 1964 oleh Amir Ustman Khan seorang pemimpin yang sangat memperhatikan pendidikan. Al-Syaikh Muhammad Hamidullah mengambil jurusan Dirasat Islamiyyah dengan memperoleh gelar License (Lc.) pada tahun 1928 yang umurnya pada saat itu 20 tahun serta pada tahun itu pula ibundanya wafat yang hal tersebut sangat berpengaruh terhadapnya. Meski demikian beliau tetap melanjutkan studinya ke jejang Magister yang selesai pada tahun 1930.

Karena kecerdasan intelektual beliau, pada tahun 1932 Universitas Utsmaniyyah mengutus beliau untuk melakukan Rihlah Ilmiah ke Timur Tengah seperti Hijaz, Mesir, Suriah, hingga Turki untuk mengambil faedah dari manuskrip-manuskrip kuno dan langka. Beliau juga mengujungi para ulama disana untuk berdiskusi dan bertukar pikiran.

Ketika beliau berada di Istanbul, Orientalis Jerman yaitu Prof. Freitz Krenkow, seorang guru besar Bonn University datang menemuinya dan mengajaknya untuk mengunjungi Universitas dan mengambil program pascasarjana disana. Ghirah beliau yang tinggi untuk menuntut ilmu melihat peluang tersebut, untuk dapat memperoleh faedah ilmiah yang banyak darinya karena menyimpan naskah dan manuskrip langka, maka beliau menerima ajakan tersebut. 

Beliau lulus dengan gelar D. Phil dengan mengajukan disertasi yang berbahasa Jerman yang berjudul “Die Neutralitat im Islamischen Volkerrecht.” Kepakaran beliau yang cemerlang membuat Universitas Bonn merekrutnya sebagai dosen untuk mengajar Bahasa Arab disana. 

Setelah lama mengajar disana, beliau berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke Inggris, namun karena ada beberapa persyaratan teknis kurang mendukung, maka beliau memilih melanjutkan studinya ke Paris dan masuk di Sorbonne University Perancis pada tahun 1934 dalam waktu 11 bulan serta memperoleh gelar doktor dengan mengajukan disertasi dengan bahasa Perancis yang berjudul “La Diplomatie Musalmane d, l, epoche du Prophete de I, Islam et sees d, I, epoche Caliphs Orthodoxes.”

Karya ini telah diarabkan dengan judul “Majmu’ah al-Watsaiq al-Siyasiyah li al-Ahd al-Nabawi wa al-Khilafah al-Rasyidah”, karya ini merupakan kajian ilmiah atas kumpulan dokumen, surat dan naskah politik khusus pada masa baginda Nabi shalallahu alayhi wa sallam dan Khilafah Rasyidah. Jumlah manuskrip dan dokumen yang ditahqiq mencapai 373 buah. 

Setelah itu beliau sempat mengunjungi Rusia ubtuk mempelajari bahasa Rusia serta hendak masuk ke Moscow University untuk mengambil doktor Oriental Studies, namun karena pecah perang dunia kedua, beliau menuju ke Madinah Munawwarah dan bermulazamah kepada seorang Qari yang terkenal yaitu Syaikh Hasan bin Ibrahim al-Syair serta memperoleh ijazah dari beliau. 

Pada tahun 1935 beliau kembali ke kampung halaman di Hyderabad, disana beliau diangkat menjadi pengajar dan ketua pada prodi Dirasah Islamiyyah di Universitas Utsmaniyyah. Disini beliau banyak mengadakan seminar dan kajian atas berbagai topik kajian Islam, khususnya mengenai Sirah Nabawiyyah.

Setelah India merdeka dari Inggris dan membentuk India Serikat, pemimpin Hyderabad menolak untuk bergabung, sehingga terjadi pergolakan politik dengan berakhir pada pencaplokan wilayah negeri ini oleh India. 

Setelah runtuhnya ibukota Hyderabad, Dr. Muhammad Hamidullah pergi berhijrah ke Perancis untuk melanjutkan pengajarannya disana. Sepanjang hidupnya di Perancis, beliau tidak henti-hentinya berkhidmat untuk agama dengan aktif menulis, memberikan kuliah di berbagai universitas di Paris serta seminar di berbagai universitas di Eropa. Beliau mengadakan kajian mingguan di kota Paris, kajian beliau merupakan keutamaan yang agung dalam memperbaiki kondisi pemuda muslim di Paris. 

Disini pula beliau menjabat sebagai pimpinan redaksi majalah Islam in France yang berbahasa Perancis, beliau menjabat sebagai penanggungjawab umum perkumpulan Paguyuban Muslim (Shadaqah Islamiyyah), bersama sahabat karibnya Dr. Subhi Shalih, beliau mendirikan Islamic Centre di Paris dalam rangka memperkenalkan Islam kepada non-muslim. Beliau senantiasa berkhidmat pada ilmiah pada agama hingga pada tahun 1996 beliau meninggalkan Perancis untuk pindah ke Amerika karena kesehatan beliau yang mulai menurun. Beliau adalah seorang Polyglot, yakni seseorang yang memiliki kemampuan banyak bahasa, dikatakan beliau fasih sebanyak 22 bahasa, bahkan beliau mempelajari bahasa Thailand pada umur 84 tahun. Semoga Allah merahmati beliau. 

Adapun mengenai pemikiran beliau serta kritiknya kepada Orientalis akan dibahas pada kesempatan yang lain. Wallahu a’lam. 

Oleh: NSS.

Leave a Comment