Al-Barzanji: Rindu Rasul, Syair Doa Menjadi Peneduh Ummat

Al-Barzanji: Rindu Rasul, Syair doa menjadi peneduh ummat

Fatwapedia.com – Maulid dan Barzanji bagi sebagian masyarakat muslim Indonesia bagai dua sisi dari satu mata uang. Keduanya tidak terpisahkan, terutama pada masyarakat muslim tradisional. Maulid tidak meriah tanpa Barzanji dan Barzanji adalah bagian dari peringatan Maulid itu.

Kitab Barzanji atau yang Nama aslinya adalah I’qdul Jawhar fi mawlid an Nabiyyil Azhar sering kita dengar pada beberapa kesempatan setelah shalat maghrib ataupun pada setiap malam jumat atau hari raya. Nah kitab ini umumnya dikenal oleh kalangan masyarakat nahdliyin karena biasanya mereka sering mengadakan pengajian di malam jumat. Itu lah kenapa Barzanji Identik dengan NU.

Eits, Barzanji ini gak sebatas NU doang kok. Semua boleh membaca dan menghafalnya karena Bershalawat kepada Rasulullah SAW dan Keluarga tercinta merupakan salah satu syafaat besar dalam menguatkan kecintaan dan ketaqwaan pada keimanan kita.

Buku Barzanji ini sendiri berbentuk atas prosa liris yang terdiri atas 361 ayat dan dibagi 19 bab. Antara bab yang satu dengan bab yang lain diselingi semacam doa dan salawat yang berbunyi, “Harumkanlah wahai Allah akan kuburnya yang mulia dengan harum-haruman yang semerbak dari rahmat dan kesejahteraan.” 

Didalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia dan rasa rindu umat islam pada sosok Nabi Muhammad SAW.

Barzanji adalah buku sastra yang memuat sejarah biografi Nabi. Ia ditulis sesuai dengan setting sosial di masanya. Sebagai karya sastra kitab Barzanji perlu mendapatkan apresiasi.

Sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi saw dalam Islam (1991), menerangkan bahwa teks asli karangan Ja’far Al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair, sebentuk eulogy bagi Sang Nabi. Pancaran kharisma Nabi Muhammad saw terpantul pula dalam sejumlah puisi, yang termasyhur: Seuntai gita untuk pribadi utama, yang didendangkan dari masa ke masa.

Historisitas Al-Barzanji tidak dapat dipisahkan dengan momentum besar perihal peringatan maulid Nabi Muhammad saw untuk yang pertama kali karena pada zaman Al Barzanji hidup kondisi sosial sedang dilanda Peperangan dengan pasukan Salib dari Eropa.

Eits,Sebelum itu, nama pengarang kitab ini sebenarnya siapa sih kira kira?, Dinamakan Al-Barjanzi itu karena sosok yang menulis kitab ini dinisbahkan kepada nama desa tempat kakek leluhurnya lahir yang juga dia singgahi selama hidupnya yang terletak di daerah Barjanziyah pada kawasan Akrad (kurdistan).

Nama pengarang kitab itu adalah Syaikh Ja’far Al-Barzanji yang dilahirkan pada hari Kamis awal di bulan Zulhijjah pada tahun 1126 di Kota Suci Madinah Al-Munawwaroh dan ia wafat pada hari Selasa, selepas Asar, di tanggal 4 Sya’ban tahun 1177 H di Kota Suci Madinah dan Jasad beliau dimakamkan di pemakaman Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan junjungan Nabi SAW.

Sosok Sayyid Ja’far Al-Barzanji sendiri masih tergolong dari bagian dzurriyat keturunan Nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanji di Irak.

Berikut ini adalah Garis nasab keturunannya dengan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyid Husain, Sayyid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah SAW. 

Di Masa Kecil ia hidup, Beliau dikenal sebagai anak yang rajin menghafal ayat ayat suci Al Quran kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy yang kemudian beranjak mempelajari ilmu naqliyah (Quran dan Hadis) dan ‘Aqliyah kepada para ulama-ulama di masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan beberapa tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi yang juga ia kemudian mulai belajar beberapa ilmu lain seperti ilmu Nahwu, Sharaf, Mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, Hisab, Fiqih, Ushul Fiqh, Falsafah, ilmu Hikmah, ilmu Teknik, Lughah, ilmu Mustalah Hadis, Tafsir, Hadis, ilmu Hukum, Sirah Nabawi, ilmu Sejarah.

Semua itu dipelajari dan dia tuliskan selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid Nabawi, dan ketika saat umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan pada tahun 1159 H barulah beliau mendapatkan ijazah dan resmi menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan ulama besar.

Nah, selain kepandaiannya dalam ilmu syariat agama, Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga dikenal sebagai seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, mengikuti jejak seperti buyutnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah.

Selain dipandang sebagai sosok bergelar mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak, dan takwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Pernah Diceritakan sebuah kisah beliau bahwa suatu ketika di musim kemarau, beliau sedang menyampaikan khutbah Jumaatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah berlaku pada zaman Junjungan Nabi SAW dahulu. 

Wafatnya Beliau terjadi di Kota suci Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah makam beliau dari kalangan anak-anak perempuan junjungan Nabi SAW. Karangannya membawa umat ingat terhadap Nabi dan membuat umat rindukan Nabi. Setiap kali karangannya dibaca, pasti shalawat dan salam dilantunkan buat Nabi. Beliau telah kembali ke rahmatullah pada hari Selasa, setelah Asar, 4 Sya’ban, tahun 1177 H (1766 M). Jasad beliau telah dimakamkan di Baqi’ bersama dengan keluarga besar Rasulullah SAW.

Dari Kisah beliau, kita bisa mendapatkan hikmah, bawa rasa rindu kita terhadap sosok Rasulullah SAW tak akan pernah terbatas oleh zaman. Rasa kasih dan Kebesaran nama Rasulullah akan terus di kenang dan ketenaran kitab ini membuat mengalir nya jalan dakwah dan  menjadi beberapa bagian rujukan masyarakat akan mencermati dan menenangkan rasa rindu pada Sosok Rasul yang amat besar syafaatnya.

Allahumma Sholli Alla Muhammad Wa Ali Muhammad.

-Murtadha

Sumber :

Wasisto Rahardjo Jati. Tradisi, Sunnah dan Bid’ah: Analisa Barzanji dalam Perspektif Cultural Studies. June 2013El-HARAKAH (TERAKREDITASI) 14(2)

Leave a Comment