Ringkasan Tata Cara Shalat Nabi

TATA CARA SHALAT NABI


Fatwapedia.com – Segala puji bagi Allah semata, shalawat serta salam kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad dan keluarganya serta shahabatnya.

Ini adalah uraian singkat yang menerangkan tentang sifat shalat Nabi, saya sampaikan kepada seluruh muslim dan muslimah, agar setiap orang yang membacanya berusaha untuk mengikuti Rasulullah dalam masalah ini, sebagaimana haditsnya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” Riwayat Bukhari.

Berikut penjelasannya:

1. Melakukan wudhu dengan sempurna, yaitu sebagaimana yang Allah perintahkan dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (Al Maidah: 6).

Hadits Rasulullah:

(( لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُوْرٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُوْلٍ )) رواه مسلم في صحيحه.

“Tidak diterima shalat tanpa thaharah dan shadaqah dari harta yang tidak halal” (Riwayat Muslim dalam Shahihnya)

2. Menghadap Kiblat -yaitu Ka’bah- dimana saja dia berada dengan seluruh badannya seraya menghadirkan hatinya (niat) untuk melakukan shalat yang diinginkannya (fardhu atau sunnah), lisannya tidak melafazkan niat, karena melafazkan niat dengan lisan tidak disyariatkan bahkan perbuatan tersebut adalah bid’ah karena Rasulullah tidak melafazkan niat begitu juga halnya dengan para shahabat, dan disunnahkan baginya untuk membuat sutrah (pembatas) didepannya jika dia menjadi imam atau shalat sendirian berdasarkan perintah Rasulullah dalam masalah ini.

3. Melakukan Takbiratul Ihram, seraya berkata: “ الله أكبر ” sementara pandangannya diarahkan ke tempat sujud.

4. Mengangkat kedua tangan saat takbir hingga sejajar dengan pundak atau kedua ujung telinga.

5. Meletakkan kedua tangan di dada, tangan kanan diatas telapak tangan kiri, pergelangan tangan. Berdasarkan hadits Wa’il Ibnu Hujr dan Qubaishah bin Halb Ath-Tho’i dari bapaknya radiallahuanhuma.

6. Disunnahkan untuk membaca Doa Istiftah, yaitu:

(( اللَّهَمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَاي كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَاي بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ )) متفق على صحته من حديث أبي هريرة t عن النبي r.

Jika ingin dia dapat menggantinya dengan bacaan yang lain, misalnya:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

Karena ada riwayat tersebut dari Nabi, dan jika dia membaca selain keduanya dari doa Istiftah yang shahih dari Rasulullah tidaklah mengapa, akan tetapi yang lebih utama membacanya secara bergantian agar dapat mengamalkan semuanya, kemudian setelah itu membaca:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.

Lalu membaca surat Al-Fatihah, berdasarkan hadits Rasulullah :

(( لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ))

“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah)“

Setelah selesai membaca: “آمِـــــــيْن “ dengan suara keras pada shalat yang bacaannya keras (jahriyah) dan membaca pelan pada shalat yang bacaannya pelan (sirriyah), setelah itu membaca surat dari Al-Quran, dan yang lebih utama pada shalat Zuhur, Ashar dan Isya membaca surat yang sedang (أوْسَاط المفَصَّل) sedangkan dalam shalat Fajar membaca surat yang panjang dan pada shalat Maghrib membaca surat-surat pendek, kadang pada shalat Maghrib membaca surat yang panjang dan yang sedang, sebagaimana riwayat yang terdapat dari Rasulullah, disyariatkan pada shalat Ashar untuk lebih cepat pelaksanaannya dari shalat Zuhur.

7. Melakukan ruku’ seraya bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan pundak atau kedua telinga dan menjadikan kepala sejajar dengan punggung, tangan diletakkan pada kedua lutut dengan membuka jemari serta thuma’ninah dalam ruku’ seraya mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ

Lebih utama jika diulang sebanyak tiga kali atau lebih, disunnahkan pula membaca:

سُبْحَانَكَ الَّلهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي

8. Mengangkat kepala dari ruku’ sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan pundak atau telinga seraya membaca:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

Hal tersebut dilakukan jika dia menjadi imam atau shalat seorang diri. Dan setelah berdiri, membaca:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكًا فِيْهِ مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ الأَرْضِ وَمِلْءُ مَا بَيْنَهُمَا وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

Dapat ditambah dengan bacaan berikut:

أَهْلُ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ, أَحَقُّ مَا قَالَ العَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ, اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Jika ditambah dengan bacaan tersebut bagus, sebab terdapat riwayat mengenai hal tersebut dalam beberapa hadits yang shahih.

Adapun jika dia menjadi makmum, maka saat berdiri dia membaca:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Hingga seterusnya sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

Dan disunnahkan bagi semuanya -saat I’tidal- untuk meletakkan kedua tangan di atas dada, sebagaimana yang dia lakukan saat berdiri sebelum ruku’, karena terdapat riwayat dari Rasulullah yang menunjukkan hal tersebut, dari hadits Wa’il bin Hujr dan Sahl bin Sa’ad radiallahuanhuma.

9. Bersujud sambil bertakbir dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu sebelum kedua tangan jika mudah baginya, tetapi jika sulit maka boleh baginya untuk meletakkan kedua tangan sebelum lutut. Seluruh jari tangan dan kaki menghadap Kiblat, jari jemari tangannya dirapatkan, dan sujud diatas tujuh anggota: Kening bersama hidung, kedua tangan, kedua lutut dan jari jemari kaki. Kemudian membaca:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلىَ

“Maha Suci Allah yang Maha Tinggi”

Diulangi sebanyak tiga kali atau lebih, dan disunnahkan untuk membaca:

سُبْحَانَكَ الُّلهَمَّ رَبّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي

Memperbanyak untuk membaca doa, sebagaimana hadits Rasulullah:

(( أَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوْا فِيْهِ الرَّبَّ، وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوْا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ ))

“Ketika ruku’ maka agungkanlah (nama) Rabbmu. Dan ketika sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdo’a, karena do’a kalian layak untuk dikabulkan”.(HR. Muslim).

Dan juga berdasarkan haditsnya:

(( أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوْا مِنَ الدُّعَاءِ ))

“Kondisi dimana seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah di saat ia sedang sujud, karena itu perbanyaklah do’a”. (HR. Muslim).

Orang yang shalat dapat memohon kepada Rabb-nya baginya dan bagi yang lainnya dari kebaikan dunia dan akhirat, baik dalam shalat sunat atau fardhu.

Kedua lengannya direnggangkan dari lambungnya dan perutnya direnggangkan dari pahanya, sementara pahanya direnggangkan dari betisnya, dan pergelangan tangannya diangkat dari bumi, berdasarkan hadits Rasulullah r :

(( اِعْتَدِلُوْا فِي السُّجُوْدِ, وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِراَعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ )) متفق عليه.

“Tegaklah dalam sujud kalian, jangan ada salah seorang dari kalian yang meletakkan kedua lengannya seperti seekor anjing.”

10. Mengangkat kepala sambil bertakbir, Menjadikan kaki kirinya sebagai alas dan dia duduk di atasnya, sementara telapak kaki kanan ditegakkan, kedua tangan diletakkan di atas kedua paha dan kedua lutut, sambil membaca:

رَبِّ اغْفِرْلِي, رَبِّ اغْفِرْلِي, رَبِّ اغْفِرْلِي, الَّلهُمَّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي وَاهْدِنِي وَاجْبُرْنِي

Thuma’ninah saat sujud hingga semua sendi tulang kembali kepada posisinya semula, sebagaimana waktu i’tidal setelah ruku’, karena Rasulullah r memanjangkan waktu i’tidal setelah ruku’ dan duduk diantara dua sujud.

11. Melakukan sujud yang kedua sambil bertakbir, dan melakukan sebagaimana yang dilakukan pada sujud yang pertama.

12. Mengangkat kepala sambil bertakbir, dan duduk sesaat sebagaimana duduk diantara dua sujud, dinamakan duduk istirahat, dan hal tersebut disunnahkan menurut pendapat yang lebih kuat diantara dua pendapat para ulama, jika ditinggalkan tidaklah mengapa, tidak terdapat di dalamnya zikir ataupun do’a, kemudian berdiri untuk meneruskan rakaat kedua dengan bertopang kepada lututnya jika memungkinkan baginya, jika tidak memungkinkan baginya maka dia dapat bertopang dengan kedua tangan. Kemudian (setelah tegak berdiri) membaca Al-Fatihah dan Surat lain dari Al-Quran setelahnya sebagaimana pada rakaat pertama dan melakukan sebagaimana yang dilakukan pada rakaat pertama. Tidak dibolehkan bagi makmum untuk mendahului imam, karena Rasulullah r melarang hal yang demikian itu, dan makruh jika membarenginya tanpa adanya jeda dan setelah selesai suaranya, sebagaimana hadits Rasulullah :

(( إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَلَا تَخْتَلِفُوْا عَلَيْهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا, وَإِذاَ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, فَقُوْلُوْا: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ, فَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوْا ))

“Imam hanya dijadikan untuk diikuti, karenanya janganlah kalian menyelisihi imam, apabila imam takbir, maka takbirlah, apabila imam mengucapkan “sami’allaahu liman hamidah” maka ucapkanlah: “Rabbanaa wa lakal hamd.” Apabila imam sujud, maka sujudlah”. (HR. Bukhari dan Muslim).

13. Jika shalatnya terdiri dari dua rakaat, seperti shalat Fajar, shalat Jum’at dan shalat Ied, maka hendaknya dia duduk dari sujud yang kedua dengan menegakkan kaki kanannya dan menjadikan kaki kirinya sebagai alas. Meletakkan tangan kanannya diatas paha kanan dan tangan kiri diatas paha kiri. Menggenggam semua jari-jari kecuali telunjuk dan memberikan isyarat tauhid saat menyebut nama Allah dan saat berdoa. Jika jari kelingking dan jari manis digenggam, ibu jari dan jari tengah membentuk lingkaran sementara telunjuknya memberikan isyarat maka hal tersebut bagus. Karena kedua cara ini terdapat riwayatnya dari Rasulullah r, yang utama adalah jika melakukan keduanya secara bergantian. Tangannya diletakkan diatas paha dan lutut kiri, kemudian saat duduk membaca tasyahhud, yaitu:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَواتُ وَالطَّيِّبَاتُ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه, السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْن, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

Setelah itu membaca:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّد, وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ, وَآلِ إِبْرَاهِيْمَ, وَبَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ, وَآلِ مُحَمَّدٍ, كَمَا بَارَكْتَ علَىَ إِبْرَاهِيْمَ, وَآلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد

Dan kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara dengan membaca:

الَّلهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ, وَمِنْ عَذِابِ القَبْرِ, وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ, وَمِنْ فِتْنَةِ المَسِيْحِ الدَّجَّال

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari azab Jahannam dan dari azab kubur dan dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Dajjal“

Kemudian setelah itu dia berdoa sekehendak hatinya dari kebaikan dunia dan akhirat, dan jika dia berdoa untuk kedua orang tuanya dan kaum muslimin pada umumnya tidaklah mengapa, baik pada shalat fardhu ataupun shalat sunat berdasarkan umumnya hadits Rasulullah r, dan terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud, saat Rasulullah r mengajarkannya tasyahhud (beliau bersabda):

(( ثُمَّ لِيَخْتَرْ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو ))

“Kemudian pilihlah doa yang disukainya dan berdoa (dengannya) “

Dan dalam redaksi yang lain:

(( ثُمَّ لِيَخْتَرْ مِنَ الْمَسْأَلَةِ مَا شَاءَ ))

“Kemudian pilihlah permintaan yang dikehendakinya “

Permintaannya dapat berupa apa saja yang memberikan manfaat bagi seorang hamba di dunia dan akhirat. Kemudian setelah itu melakukan salam ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ … اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

14. Jika shalatnya terdiri dari tiga rakaat seperti Maghrib, atau empat rakaat seperti Zuhur, Ashar dan Isya, maka dia membaca tasyahhud yang telah disebutkan dan membaca shalawat atas Nabi, kemudian setelah itu bangun dengan bertopang pada lutut dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan pundak, sambil mengucapkan: “الله أكبر” dan meletakkan kedua tangan diatas dada sebagaimana yang telah lalu, kemudian membaca Al-Fatihah saja. Jika sekali-kali pada rakaat ketiga dan keempat pada shalat Zuhur dia membaca surat sebagai tambahan atas Al Fatihah maka tidaklah mengapa, karena terdapat riwayat dari Nabi yang menunjukkan hal tersebut, yaitu dari hadits Abu Said. Kemudian melakukan tasyahhud setelah rakaat ketiga pada shalat Maghrib, dan setelah rakaat keempat pada shalat Zuhur, Ashar dan Isya, lalu membaca shalawat atas Nabi dan berlindung kepada Allah dari azab Jahannam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian serta fitnah Dajjal, dan memperbanyak membaca doa, di antara doa yang disyari’atkan dalam hal ini dan di kesempatan yang lain adalah:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

Sebagaimana terdapat riwayat dari Anas radiallahuta’ala anhu, dia berkata: “Doa yang paling sering dibaca Nabi adalah:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

Semua tersebut sebagaimana yang dilakukan pada shalat yang terdiri dari dua rakaat, akan tetapi duduknya dengan cara tawarruk, yaitu dengan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanannya, sementara dia duduk di atas lantai dengan menegakkan kaki kanannya, sebagaimana hadits Abu Humaid dalam masalah ini, kemudian setelah itu melakukan salam ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ … اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

(Selesai salam) hendaklah membaca istighfar sebanyak tiga kali, setelah itu mengucapkan:

اَللَّــهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا اْلجَلالِ وَاْلإكْرَامِ, لاَ إِلَهَ إِلا الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله. اَللَّــهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا اْلجَدِّ مِنْكَ اْلجَدُّ, لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله. وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ. لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ اْلفَضْلُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ اْلحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ مُخْلِصِـيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلكَافِرُوْنَ.

“Ya Allah, Engkau Maha Sejahtera, dari Engkaulah datangnya kesejahteraan, Engkau Maha Berkah, wahai yang mempunyai Keagungan dan Kemuliaan, tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya segala pujian. Dia berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau berikan, tidak ada yang mampu memberi sesuatu yang Engkau tolak, dan tidak ada gunanya bagi Engkau kekayaan manusia, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Engkau, ya Allah. Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah. Kami tidak menyembah selain Dia. Bagi-Nya kenikmatan, bagi-Nya anugrah, dan bagi-Nya pujian yang baik. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah. Kami mengikhlaskan dien ini (agama ini) karena-Nya, meskipun orang-orang kafir membenci.”

Kemudian membaca tasbih (سبحان الله), hamdalah (الحمد لله) dan takbir (الله أكبر), masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali, dan disempurnakan menjadi seratus dengan membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.

“Tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya segala pujian. Dia berkuasa atas segala sesuatu.”

Setelah itu membaca Ayat Kursi, lalu surat Al-Ikhlas, Al-Mu’awwizatain (Al-Falaq dan An-Nas) setiap kali selesai shalat, dan disunnahkan untuk mengulanginya sebanyak tiga kali setiap selesai shalat Fajar dan shalat Maghrib, karena terdapat riwayat tentang hal tersebut dari Nabi. Disunnahkan juga setiap selesai shalat Fajar dan Maghrib untuk menambah zikir yang terdahulu dengan membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِيْ وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nyalah segala pujian, Dialah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Sebanyak sepuluh kali, berdasarkan riwayat tentang hal tersebut dari Nabi.

Jika dia menjadi imam, maka hendaklah berbalik dan menghadapkan wajahnya kepada jamaah setelah membaca istighfar tiga kali dan setelah membaca:

اَللَّــهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا اْلجَلالِ وَاْلإكْرَامِ

“Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dari-Mu kesejahteraan, Maha Berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan”.

Kemudian setelah itu membaca zikir-zikir yang telah disebutkan, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh sekian banyak hadits dari Nabi, di antaranya adalah hadits Aisyah radiallahuanha dalam shahih Muslim dan semua zikir tersebut adalah sunnah dan bukan fardhu.

Disunnahkan bagi setiap muslim dan muslimah untuk melakukan shalat sebelum shalat Zuhur sebanyak empat rakaat dan setelahnya dua rakaat, setelah shalat Maghrib dua rakaat, setelah shalat Isya dua rakaat, sebelum shalat Subuh dua rakaat, seluruhnya dua belas rakaat, semua shalat itu dinamakan “rawatib”. Rasulullah r selalu melakukannya dalam keadaan menetap, adapun jika dalam perjalanan dia meninggalkannya kecuali shalat sunat Fajar dan shalat Witir, karena Rasulullah selalu menjaganya baik saat menetap atau dalam perjalanan, maka kita harus meneladaninya, karena Allah berfirman:

“Sungguh bagi kalian dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik “ (Al-Ahzab: 21).

Dan berdasarkan sabda Rasulullah :

(( صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي )) رواه البخاري.

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat “ (HR.Bukhari).

Yang utama melakukan sunnah rawatib ini di rumah, jika dilakukan di masjid tidak mengapa berdasarkan hadits Rasulullah:

(( أَفْضَلُ صَلاَةِ المَرْءِ فِيْ بَيْتِهِ إِلاَّ الصَّلاَة المَكْتُوْبَة )) متفق على صحته.

“Shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang di rumahnya kecuali shalat fardhu “ (Muttafaq ‘alaih).

Menjaga shalat rawatib merupakan salah satu sebab untuk masuk syurga, sebagaimana terdapat riwayat dalam Shahih Muslim dari Ummu Habibah radiallahuanha, bahwasanya dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

(( مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِيْ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ ))

“Barang siapa melaksanakan shalat sunnah 12 raka’at setiap hari, maka akan disediakan untuknya rumah di surga”. (HR. Muslim).

Imam Turmuzi telah memberikan penafsiran dalam hadits ini sebagaimana yang telah kami sebutkan. Jika seseorang shalat empat rakaat sebelum shalat Ashar, dua rakaat sebelum shalat Maghrib dan dua rakaat sebelum shalat Isya, maka itu adalah baik, berdasarkan hadits Rasulullah r :

(( رَحِمَ اللهُ امْرَءاً صَلَّى أَرْبَعاً قَبْلَ العَصْرِ )) رواه أحمد وأبو داود والترمذي وحسنه, وابن خزيمة وصححه وإسناده صحيح.

“Semoga Allah memberi rahmat kepada orang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar“ (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Turmuzi dan Ibnu Khuzaimah).

Juga berdasarkan hadits Rasulullah

(( بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ ثُمَّ قَالَ فِيْ الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ)) رواه البخاري.

“Antara dua azan (terdapat) shalat, antara dua azan terdapat shalat”, kemudian kali yang ketiga beliau bersabda: “bagi siapa yang suka“ (Riwayat Bukhari).

Demikianlah apa yang disampaikan oleh Al-Faqir Ila Rabbihi, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Semoga Allah selalu memperkenankannya, mengampuninya dan kedua orang tuanya.

وصلى الله وسلم على نبينا محمد وآله وأصحابه أجمعين وأتباعه بإحسان إلى يوم الدين.

Leave a Comment