Fatwapedia.com – Seperti yang kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang begitu lengkap dalam memberikan solusi kehidupan, maka tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, begitupun ketika kita dihadapkan dengan persoalan jual beli Islampun mengatur persoalan ini, lalu Allah memberikan pahala ketika seseorang melaksanakannya sesuai syariat begitupun ada dosa ketika melanggarnya.
Sebenernya kenapa sih riba nggak dibolehin? Bukannya yang penting saling sepakat, saling rela, tidak kena dosa ya?
Berikut adalah skema perbedaan antara Laba dan Riba yang kadang kebanyakan dari kita masih bingung membedakannya.
Alloh Subhanahu wata’alaa berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِى يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَانتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لٰٓئِكَ أَصْحٰبُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خٰلِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. ﴾ Al-Baqarah:275 ﴿
Kembali lagi, kira-kira sebenarnya apa sih tujuan Islam itu kok melarang riba? Seharusnya kan asal saling sepakat, saling rela, tidak kena dosa?
Hukum Islam itu dibuat untuk mengatur agar manusia mendapatkan kemaslahatan sebesar-besarnya tanpa manusia merugikan siapapun sekecil-kecilnya.
Mari kita bahas contoh yang membedakan antara LABA dan RIBA agar anda mudah untuk memahami dengan bahasa yang umum:
Contoh transaksi RIBA & SYARIAH
1. Saya membeli sepeda motor 10 juta, kemudian saya jual secara kredit dengan bunga 1% /bln, untuk jangka waktu 1 thn. Transaksi ini termasuk transaksi yang RIBAWI.
2. Saya membeli sepeda motor 10 juta, kemudian saya jual kembali dengan mengambil untung 12%, setelah itu saya kreditkan jangka waktu 1 thn. Transaksi ini termasuk transaksi yang SYARIAH.
Kok Bisa, Dimana letak perbedaannya?
Padahal kalau dihitung-hitung kan untung yang didapatkan sama yaitu Rp 11.200.000?
Penjelasan:
TRANSAKSI pertama adalah RIBA karena :
Pertama, Tidak ada kepastian harga, karena menggunakan sistem bunga. Misal dalam contoh diatas bunga 1% /bln. Jadi ketika dicicilnya disiplin memang ketemunya untungnya Rp 1.200.000.
Tapi coba jika terjadi keterlambatan pembayaran, misal ternyata anda baru bisa melunasi setelah 15 bulan, maka anda akan terkena bunganya menjadi 15% alias labanya bertambah menjadi Rp 1.500.000. Jadi semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk melunasi hutang, semakin besar uang yang harus kita bayar.
Bahkan tidak jarang berbagai lembaga leasing ada yang menambahi embel-embel DENDA & BIAYA ADMINISTRASI. Belum lagi ada juga yang menerapkan bunga yang tidak terbayar terakumulasi & bunga ini akhirnya juga berbunga lagi. Ini adalah RIBA.
Kedua, Sistem riba seperti diatas jelas-jelas sistem yang menjamin penjual pasti untung dengan merugikan hak si pembeli. Padahal namanya bisnis, harus siap untung dan siap rugi.
TRANSAKSI kedua adalah SYAR’I, mengapa?
Karena dua alasan:
Pertama, sudah terjadi akad yang jelas, harga yang jelas dan pasti. Misal pada contoh sudah disepakati harga Rp 11.200.000 untuk diangsur selama 12 bulan. Jikapun dibayar cash harganya tetap Rp 11.200.000
Kedua, Misal ternyata si pembeli baru mampu melunasi hutangnya pada bulan ke-15, maka harga yang dibayarkan juga masih tetap Rp 11.200.000 tidak boleh ditambah apalagi diistilahkan biaya administrasi dan denda, ini menjadi tidak diperbolehkan.
Kalo begitu, si penjual jadi rugi dong?
Iya, bisnis itu memang harus siap untung siap rugi. Tidak boleh kita pasti untung dan orang lain rugi.
Nah, ternyata sistem Islam itu untuk melindungi semuanya, harus sama hak dan kewajiban antara si pembeli dan si penjual. Sama-sama bisa untung, sama-sama bisa rugi. Jadi kedudukan mereka setara. Bayangkan dengan sistem ribawi, kita sebagai pembeli ada pada posisi yang sangat lemah.
Nah, sudah lebih paham hikmahnya Allah melarang RIBA kan?
Semoga dengan ilustrasi sederhana ini bisa membuka pemahaman anda dalam membedakan sebuah transaksi itu apakah termasuk transaksi yang riba atau syariah. Semoga bermanfaat.